Mataram (Suara NTB) – Pelindungan bahasa dan sastra menjadi salah satu program prioritas Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Program yang telah berjalan sejak tahun 2022 ini bertajuk Revitalisasi Bahasa Daerah (RBD). Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa melalui Balai Bahasa Provinsi NTB mengawali program RBD tahun 2025 ini dengan kegiatan Rapat Koordinasi Antarinstansi dan Diskusi Kelompok Terpumpun.
Kegiatan Rapat Koordinasi Antarinstansi dan Diskusi Kelompok Terpumpun dilaksanakan selama tiga hari di Hotel Santika, Mataram, sejak Rabu, 21 Mei 2025. Dengan mengundang 50 peserta dari berbagai latar belakang, seperti instansi pemerintah daerah, budayawan, akademisi, sastrawan, dan guru master, kegiatan ini menjadi ruang diskusi untuk mencari solusi atas permasalahan bahasa daerah yang ada.
Kegiatan ini dihadiri Kepala Bidang Fasilitasi dan Advokasi Bahasa dan Sastra Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Adi Budiwiyanto melalui ruang virtual Zoom, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB, Abdul Aziz, dan Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Bidang Kebudayaan dari 10 kabupaten/kota se-Provinsi NTB.
Kepala Balai Bahasa NTB, Dwi Pratiwi menyampaikan terima kasih kepada segenap peserta yang hadir dan berkontribusi pada kegiatan ini. Lebih lanjut, ia menegaskan dua tujuan pelaksanaan. “Kegiatan ini bertujuan untuk merumuskan komitmen bersama yang dituangkan dalam berita acara. Komitmen bersama berisi pembagian tugas dan peran Balai Bahasa Provinsi NTB dan pemerintah daerah dalam menangani pelindungan bahasa daerah. Tujuan kedua adalah untuk menyusun bahan ajar bahasa Sasak, Samawa, dan Mbojo yang dapat digunakan untuk pembelajaran dan praktik di sekolah,” jelasnya.
Kegiatan pada hari pertama juga diselingi oleh penampilan pidato dan komedi tunggal berbahasa Sasak. Penampil merupakan pemenang I di kategori masing-masing dalam Festival Tunas Bahasa Ibu.
Dalam sambutannya, Adi Budiwiyanto menuturkan bahwa anak-anak yang menampilkan kemampuan berbahasa daerahnya adalah hasil dari program Revitalisasi Bahasa Daerah. Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah daerah untuk makin serius mengerjakan kurikulum muatan lokal bahasa daerah.
“Saya begitu mengapresiasi NTB yang telah memiliki peraturan gubernur mengenai pelindungan bahasa daerah. Saya berharap peraturan tersebut dapat diturunkan menjadi peraturan bupati atau wali kota oleh 10 kota/kabupaten. Peraturan tersebut pun harus diwujudkan dalam kurikulum muatan lokal bahasa daerah karena sesungguhnya pemerintah daerah adalah yang paling bertanggung jawab dalam pelindungan bahasa daerah,” tegas Adi Budiwiyanto.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Abdul Aziz, berkesempatan memberikan sambutan dan membuka kegiatan secara resmi, mewakili Gubernur NTB yang berhalangan hadir. “Suku-suku di Nusa Tenggara Barat berangkat dari sejarah yang sama. Jadi, tidak mengherankan banyak kosakata yang sama antarbahasa, seperti bahasa Sasak dan Samawa, yang sama. Keunikan tersebut jangan sampai tidak diketahui generasi penerus kita. Oleh karena itu, seperti yang disampaikan oleh Ibu Kepala Balai dan Bapak Kepala Bidang, hal ini menjadi tanggung jawab kita agar anak-anak kita mengetahui dan merasakannya sendiri,” jelasnya.
Sebagai informasi, rangkaian kegiatan Revitalisasi Bahasa Daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten di NTB, telah menyita atensi yang luar biasa dalam penyelenggaraannya. Saat ini, program Revitalisasi Bahasa Daerah menjadi program pemerintah daerah. Hanya saja, diperlukan langkah lebih konkret, yaitu penyelenggaraan kurikulum muatan lokal bahasa daerah untuk beberapa kabupaten/kota.
Pada malam hari, kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan praktik baik pembelajaran bahasa daerah oleh perwakilan dinas pendidikan dari 10 kabupaten/kota. Dengan adanya pemaparan tersebut, diharapkan setiap peserta yang hadir dapat mempelajari dan mengadopsi praktik-praktik baik yang telah berhasil dilaksanakan. (ron)