Mataram (Suara NTB) – Komisi III DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB untuk segera melakukan lobi kepada pemerintah pusat terkait kebijakan moratorium ekspor konsentrat tambang. Langkah ini dinilai penting guna meminimalisir dampak kontraksi ekonomi yang signifikan di daerah.
Ketua Komisi III DPRD NTB, Sambirang Ahmadi, mengatakan bahwa pada triwulan I tahun 2025, ekonomi NTB mengalami kontraksi sebesar minus 2,32 persen secara kuartalan, dan minus 1,47 persen secara tahunan. Kontraksi terbesar terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian yang tercatat menurun hingga 30,14 persen. Sementara itu, dari sisi pengeluaran, ekspor barang dan jasa juga mengalami penurunan tajam sebesar 41,05 persen.
“Ini menjadi alarm bagi pemerintah daerah untuk segera menyiapkan langkah-langkah antisipatif terhadap penurunan aktivitas sektor pertambangan dan dampaknya terhadap pendapatan daerah,” ujar Sambirang kepada Suara NTB, Senin (27/5).
Sambirang menjelaskan, penurunan produksi tambang terjadi akibat kebijakan hilirisasi yang mengharuskan pengolahan konsentrat di dalam negeri sebelum diekspor. Namun, kapasitas pengolahan smelter PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) dinilai belum optimal.
“Berdasarkan informasi yang kami terima, smelter di KSB belum bisa beroperasi maksimal. Daya serapnya masih di bawah 60 persen,” ungkapnya.
Akibat terbatasnya kapasitas smelter tersebut, nilai ekspor sektor pertambangan pun ikut menurun. Hal ini berdampak langsung pada pendapatan daerah dari Dana Bagi Hasil (DBH) sektor pertambangan.
Sambirang menilai kebijakan moratorium ekspor konsentrat menjadi penyebab utama menurunnya produksi PT AMNT. Jika dibiarkan, penerimaan daerah dari DBH Sumber Daya Alam (SDA) tahun depan dikhawatirkan akan turun signifikan.
Ia pun mendorong Gubernur NTB untuk segera melakukan komunikasi dengan pemerintah pusat guna mendapatkan relaksasi kebijakan ekspor.
“Saya mendorong Pak Gubernur untuk aktif melobi pemerintah pusat agar meninjau kembali kebijakan hilirisasi ini. Kalau ekspor tetap dibatasi sementara smelter belum maksimal, maka akan ada banyak konsentrat yang menumpuk,” tegasnya.
Selain itu, Sambirang juga meminta Pemprov NTB agar mendesak PT AMNT mempercepat pembangunan fasilitas penunjang smelter agar bisa beroperasi optimal dan mendukung kebijakan hilirisasi nasional. (ndi)