spot_img
Minggu, Juni 22, 2025
spot_img
BerandaHEADLINEKontraksi -1,47 Persen, Ekonomi Non-Tambang NTB Tumbuh 5,58 Persen

Kontraksi -1,47 Persen, Ekonomi Non-Tambang NTB Tumbuh 5,58 Persen

Mataram (Suara NTB) – Kepala BPS NTB, Drs. Wahyudin MM., mengatakan satu-satunya sektor yang mempengaruhi kontraksi di NTB adalah sektor tambang. Hal ini karena PT Amman tidak lagi melakukan ekspor barang mentah. Hal tersebut diungkapkan Kepala BPS menyusul pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian terkait kontraksi ekonomi NTB sebesar -1,47 persen pada Triwulan I 2025.

 Dalam rapat khusus yang berlangsung di ruangan Asisten II Setda NTB yang turut hadir selain dari BPS, juga pihak Bank Indonesia (BI), Dinas Perdagangan, dan Biro Ekonomi.  ‘’ Satu-satunya sektor yang mempengaruhi kontraksi di NTB adalah sektor tambang. Hal ini karena PT Amman tidak lagi melakukan ekspor barang mentah,’’ ujar Wahyudin, Selasa, 27 Mei 2025

Sementara, pertumbuhan ekonomi NTB di luar sektor pertambangan naik hingga 5,57 persen. “Sektor pertambangan memiliki share kedua terbesar di ekonomi NTB, tumbuhnya itu minus 30,14 persen. Itu yang di pertambangan,” ujarnya.

Sektor basis, seperti pertanian yang menyerap banyak tenaga kerja di NTB tumbuh 10,28 persen. Pertumbuhan tersebut dinilai yang tertinggi selama lima tahun terakhir. ‘’Ini pertumbuhan yang paling tinggi dari sektor pertanian, yang mana teman-teman yang bekerja di sektor pertanian sekitar 30,4 persen,” sambungnya.

Pertumbuhan ekonomi NTB hingga 5,57 persen di luar sektor tambang, lanjut Wahyudin lebih tinggi dibandingkan triwulan IV tahun 2024 yang tumbuhnya sekitar 3,74 persen, triwulan III tumbuh 3,86 persen, dan triwulan II tumbuh sebesar 4,83 persen.

Menanggapi soal statemen Mendagri yang mengatakan kontraksi triwulan pertama tahun 2025 di NTB mempengaruhi penurunan daya beli masyarakat, ini tidak demikian. Sebab, berdasarkan konsumsi rumah tangga tumbuh 4,18 persen.

“Tidak ada pengaruhnya terhadap daya beli masyarakat. Karena yang tadi, yang menurun itu pertambangan sebesar 30,18 persen, itu cukup tinggi sekali,” katanya.

Wahyudin juga tidak sependapat bahwa akan ada peningkatan kemiskinan dan stunting akibat kontraksi di triwulan pertama tahun 2025. “Itu sebenarnya tidak akan sampai ke situ, karena memang pertumbuhan kita ini masih positif,” ucapnya.

Ekonom BI NTB, Rizki Reflizar membenarkan bahwa konsumsi rumah tangga NTB masih terjaga dengan cukup baik. Kontraksi terjadi murni karena tidak adanya share dari sektor pertambangan.

“Konsumsi rumah tangga masih terjaga dengan baik. Tambang memiliki keterkaitan cukup tinggi terhadap ekonomi lokal, sektor tambang cenderung tidak inklusif dan terbukti sektor utama seperti pertanin dan perdagangan tumbuh 10,28 persen,” terangnya.

Sementara itu, Jamaludin Malady mengatakan daya beli masyarakat di triwulan pertama tahun ini memang mengalami sedikit penurunan, khususnya di Kabupaten Lombok Tengah. Penurunan terjadi di tiga komoditas, yaitu cabai, bawang merah, dan cabai besar merah.

Terjadinya penurunan harga di tiga komoditas tersebut disampaikan karena terjadi panen raya. Untuk mengatasi penurunan harga, Pemprov NTB sambung Jamal akan menjalin kerja sama perdagangan dengan NTB dan NTT.

“Kita sudah rapat, nanti kita akan menjalin kerja sama dengan provinsi lain seperti Bali dan NTT, apa yang banyak di kita yang harganya agak menurun nanti kita kerja sama kebutuhan di dua provinsi tetangga kita. Taoi barang lain harganya masih normal,” katanya.

Asisten II Setda NTB, H.Lalu Mohamad Faozal, S.Sos. M.Si menilai pertumbungan ekonomi non tambang NTB yang mencapai 5,57 persen merupakan hal yang positif. Begitupun dengan daya beli masyarakat yang menjadi sorotan karena dinilai lemah, ia memastikan perputaran ekonomi NTB masih berkembang positif. (era)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -










VIDEO