Mataram (Suara NTB) – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengatensi peleburan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) di tengah maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di NTB.
Ketua Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor mengatakan pemerintah perlu melakukan analisis sebelum mengambil kebijakan membagi DP3AP2KB ke dalam dua dinas. Sebab NTB termasuk daerah yang rawan kekerasan, khususnya kekerasan seksual dan menjadi daerah dengan kasus pernikahan tertinggi di Indonesia.
“Dinas DP3AP2KB mau digabung dengan Dinas Sosial maupun dinas lain. Kalau saya sarankan mestinya ada asesmen dulu. Masing-masing di ases, ketika dia berdiri sendiri kira-kira asesmennya seperti apa, kalau digabung dilakukan asesmen juga seperti apa untung ruginya,” ujarnya, Selasa, 27 Mei 2025.
Ia mengaku, tidak bisa mengatakan peleburan ini menjadi solusi dari banyaknya permasalahan terhadap perempuan di NTB. Ini memerlukan kajian mendalam untuk mengetahui dampak dari perampingan OPD.
“Perlu kajian mendalam, kita analisis, lalu yang perlu juga dipertimbangkan argumentasinya apa, apakah semata-mata efisiensi atau faktor lain,” sambungnya.
Sebelumnya, Gubernur NTB Dr.H.Lalu Muhamad Iqbal mengatakan rencana peleburan DP3AP2KB ke Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan karena dia menilai DP3AP2KB tidak cukup bisa mengintervensi ketika terjadi masalah pada anak dan perempuan sebab anggaran untuk dinas ini minim. Sebaliknya, Dinas Sosial yang rencananya akan digabung dengan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dinilai lebih bisa melakukan intervensi untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Permasalahan perempuan dan anak jangan hanya disektorkan kepada satu dinas, yaitu DP3AP2KB saja. Melainkan permasalahan yang harus diatensi oleh semua pihak.
Menyikapi hal ini, Maria mengaku pasti ada dampak positif dan negatif dari setiap kebijakan. Misalnya saja, jika Pemberdayaan Perempuan dan Anak digabung dengan Dinsos, maka koordinasi dengan Kemensos bisa lebih mudah yang mana Kementerian ini mempunyai rumah aman untuk kaum rentan.
Namun, ada juga dampak negatif dari peleburan ini, seperti fokus Kepala OPD akan terpecah dalam menangani kasus-kasus kekerasan yang terjadi di NTB.
“Tantangannya kalau itu dipisahkan bisa menjadi ruang penguatannya menjadi terpecah. Yang tadinya utuh memberdayakan satu institusi, menjadi dua atau tiga unit dalam satu institusi. Kemudian dari sisi anggaran, satu unit itu utuh sendiri dibagi jadi dua unit,” terangnya.
Kendati memiliki dampak buruk, kunci suksesnya peleburan OPD ini dinilai berhasil ketika mampu menemukan SDM terbaik yang akan mengeksekusi pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di NTB.
“Ketika kepala atau yang mengepalai mempunyai perspektif yang bagus, dia punya kapasitas yang bagus, bisa melakukan trobosan yaa bisa jadi, kenapa tidak. Tetapi problemnya di kita itu mudah diucapkan susah diimplementasikan. Ego sentris masih sangat kuat, ini perlu jadi pertimbangan,” jelasnya.
Ditambahkan, sebelum mengambil kebijakan peleburan DP3AP2KB, Pemprov NTB harus memenuhi beberapa persyaratan seperti kecukupan alokasi anggaran. Memenuhi proses prasyarat perencanaan di setiap unit dinas yang akan dilebur dan digabungkan. Serta kualitas SDM harus memiliki pemahaman untuk terkait perspektif gender atau kesetaraan gender.
“Dinas kesehatan mainstreaming gendernya seperti apa? Dinas Sosial mainstreamingnya seperti apa? Mainstreaming gender bukan hanya soal program, tapi desain arah kebijakan itu seperti apa,” katanya. (era)