spot_img
Senin, Juni 23, 2025
spot_img
BerandaNTBKOTA MATARAMPernikahan Dini Timbulkan Dampak Serius

Pernikahan Dini Timbulkan Dampak Serius

PERNIKAHAN dini kembali menjadi sorotan setelah sejumlah kasus kekerasan dan pelanggaran hak anak terungkap di masyarakat. Pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat diminta untuk lebih aktif dalam mencegah praktik pernikahan dini yang dinilai membawa dampak negatif jangka panjang terhadap anak-anak.

Sekretaris Komisi IV DPRD Kota Mataram, Nyayu Ernawati, S.Sos., yang ditemui Suara NTB di ruang kerjanya, Selasa, 27 Mei 2025 menyampaikan kekhawatiran mendalam terhadap tren pernikahan anak yang masih terjadi di sejumlah wilayah. Nyayu menegaskan bahwa pernikahan anak membawa konsekuensi serius baik secara fisik, mental, maupun sosial terhadap anak-anak yang terlibat.

“Pernikahan anak sering kali membuat anak-anak kita mendapatkan perlakuan yang tidak layak. Mereka belum siap secara mental, finansial, dan sosial untuk menjalani kehidupan berumah tangga,” ungkapnya.

Nyayu mencontohkan kasus yang baru-baru ini terjadi, di mana seorang anak yang menikah muda harus melahirkan dua anak dalam usia belia, sementara sang suami terjerat penyalahgunaan narkoba. Dalam kasus itu, sang istri dan anak-anaknya menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.

“Anak usia dua bulan dipukuli. Ini akibat dari ketidaksiapan baik dari segi mental maupun finansial. Mereka masih bergantung pada orang tua, yang juga belum tentu mampu mendampingi sepenuhnya,” tambahnya.

Menurut Nyayu, pemerintah sudah memiliki sejumlah regulasi seperti Undang-Undang Perlindungan Anak dan peraturan daerah (perda) di tingkat provinsi yang melarang pernikahan usia anak. Namun, implementasinya dinilai belum optimal.

“Perlu sosialisasi terus menerus. Kita semua punya tanggung jawab. Orang tua, masyarakat, dan pemerintah harus bekerja sama. Karena semua anak adalah anak kita,” ujar politisi PDI Perjuangan ini.

Nyayu juga menyoroti pentingnya pendekatan yang lebih ramah dan menyentuh generasi muda. “Kita harus jadi ‘besti’ untuk anak-anak kita. Jangan sampai mereka mencari orang lain untuk tempat bertanya karena kurangnya perhatian dari orang tua,” ucapnya.

Sosialisasi, lanjut Nyayu, harus dimulai sejak dini, bahkan sejak anak menginjak bangku kelas 6 SD. Anak laki-laki dan perempuan perlu dibekali pemahaman tentang perubahan tubuh, batasan diri, dan pentingnya menjaga diri dari potensi kekerasan seksual.

Anggaran untuk kegiatan sosialisasi ini sebenarnya sudah dialokasikan di dinas terkait, seperti DP3A (Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak). Namun, kegiatan sosialisasi yang bersifat massal masih sering terbentur pada keterbatasan anggaran.

“Sosialisasi sering kali hanya dilakukan setelah ada kasus. Padahal harusnya rutin dan preventif. Ini harus jadi program bersama, tak hanya tugas dinas perlindungan anak, tapi juga bisa dilakukan lewat sekolah dan komunitas,” tutur Nyayu.

Anggota dewan dari daerah pemilihan Ampenan ini menyarankan agar setiap pertemuan dengan masyarakat dijadikan momentum untuk menyampaikan pentingnya mencegah pernikahan anak dan mengenalkan perda yang ada. Menurutnya, banyak masyarakat belum mengetahui bahwa ada payung hukum yang melindungi anak-anak dari praktik ini.

“Jangan sampai karena ketidaktahuan, masyarakat justru melanggar aturan. Kita semua harus turun ke wilayah masing-masing, membawa pesan perlindungan anak ke semua lapisan masyarakat,” pungkasnya. (fit)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -










VIDEO