spot_img
Selasa, Juni 24, 2025
spot_img
BerandaHEADLINEGotong Royong Bakti Stunting Terhenti, Stunting NTB Naik 5,2 Persen

Gotong Royong Bakti Stunting Terhenti, Stunting NTB Naik 5,2 Persen

Mataram (Suara NTB) – Di pertengahan tahun 2025, NTB dikejutkan dengan meningkatnya angka stunting di provinsi ini. Di tahun 2023 lalu, angka stunting di NTB turun drastis hingga 8,1 persen dari 32,7 persen ke 24,6 persen. Tahun 2024 meningkat sebanyak 5,2 persen menjadi 29,8 persen.

Plh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB, Tuti Herawati mengatakan salah satu faktor meningkatnya angka stunting yaitu masih maraknya kasus pernikahan dini di NTB. Selain itu, tidak berlanjutnya program gotong-rotong Bakti Stunting bersama seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD), lembaga, dan instansi lingkup Pemprov NTB dinilai menjadi pemicu adanya peningkatan ini.

Pergerakan secara masif pencegahan stunting ini pada seluruh elemen-elemen provinsi, mulai dari kepala OPD, organisasi profesi, institusi pendidikan, itu digerakkan untuk menyumbang telur. Itu kan setiap OPD memegang satu desa yang kemudian diberikan kepada keluarga dengan anak stunting, ujarnya, Selasa, 3 Juni 2025 .

Menurutnya, meskipun program Gotong-royong Bakti Stunting di seluruh OPD lingkup Pemprov ini hanya membagikan telur, namun terdapat kepedulian nyata bahwa Pemprov NTB serius menekan angka stunting di daerah NTB. Disitu ada kepedulian, secara simultan kepada kita bersama bahwa stunting perlu menjadi perhatian bersama, lanjutnya.

Selain pembagian telur, di kepemimpinan NTB era Zul-Rohmi seluruh instansi dilibatkan dalam penanganan stunting. Seperti pendampingan oleh kepala desa, dan puskesmas pada saat melakukan survey stunting.

Kegiatan survey itu didampingi Kepala Desa, Kepala Puskesmas, sehingga kita kemudian berbicara stunting semua aware pada stunting. Semua bisa bicara stunting pada waktu itu. Kepala desa, dicek anggaran desanya harus ada untuk penanganan stunting, jelasnya.
Menurutnya, untuk menekan angka stunting, perlu memelihara program-program stunting pemerintahan sebelumnya. Sebab, ia menilai program gotong royong bakti stunting dan posyandu keluarga, mampu menurunkan angka stunting di NTB.

Posyandu keluarga ini bukan hanya bayi dan ibu hamil yang datang. Posyandu keluarga ini semua anggota keluarga datang ke Puskesmas. Ini barangkali yang perlu kita pelihara terus posyandu keluarga dan intervensi secara massif, katanya.

Disampaikan, angka stunting di NTB bersifat fluktuatif atau tidak menentu. Selama lima tahun terakhir stunting di NTB mengalami naik turun. Di tahun 2019 angka stunting di NTB 36,8 persen, menurun 5,2 persen di tahun 2020 menjadi 31,4 persen, meningkat 1,3 persen di tahun 2022 menjadi 32,7 persen, turun 8,1 persen di 2023 menjadi 24,6 persen, dan kembali naik di tahun 2024 menjadi 29,8 persen.

Stunting dikatakan sebagai dampak dari permasalahan yang masih marak terjadi di NTB seperti pernikahan anak, pola asuh yang salah, dan kepercayaan terhadap mitos. Untuk menekan angka stunting, pemerintah perlu melakukan berbagai intervensi, terutama dalam menurunkan bahkan mencegah angka pernikahan anak.

Pernikahan anak, kemudian kondisi bayi, kondisi ibu hamil, keluarga tidak mampu, keluarga rentan, pasangan subur yang tidak sehat, pola asuh, akses air bersih, akses pangan ini kondisi sensitive yang menyebabkan stunting, terangnya. (era)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -










VIDEO