spot_img
Selasa, Juni 24, 2025
spot_img
BerandaHEADLINEJadi Penghambat Kemajuan NTB

Jadi Penghambat Kemajuan NTB

MARAKNYA kasus kekerasan seksual di NTB terus menjadi perhatian serius berbagai pihak. Fenomena ini tak hanya mencoreng citra daerah, namun juga menjadi hambatan besar dalam upaya memajukan NTB ke arah yang lebih baik dan beradab.

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Prof. Atun Wardatun, mengungkapkan keprihatinannya terhadap tingginya angka kekerasan seksual yang terus meningkat dari waktu ke waktu.

Menurutnya, jika kondisi ini terus berlanjut, maka akan sulit bagi NTB untuk mengalami kemajuan. Sebab masyarakat dan pemerintah masih disibukkan dengan persoalan-persoalan kekerasan seksual sehingga ruang berpikir strategis untuk membangun daerah di bidang lain menjadi sangat terbatas.

Kalau kita masih mengurus urusan yang seperti ini yang tidak menemui ujungnya, kita tidak akan berfikir lebih strategis lagi, untuk memikirkan hal lain yang lebih penting, ujarnya.

Dijelaskan, jumlah penduduk NTB saat ini masih berada di kisaran lima juta jiwa. Dengan jumlah ini, sebenarnya tidaklah terlalu sulit untuk menangani dan mencegah kasus-kasus kekerasan seksual, asalkan ada keseriusan dan keterlibatan aktif dari seluruh elemen masyarakat.

Ia menilai, penanganan masalah kekerasan bisa dilakukan secara lebih efektif jika semua pihak, mulai dari level pemerintah provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, bahkan hingga ke tingkat RT dan RW, benar-benar menjalankan peran dan tanggung jawabnya dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual di lingkungan masing-masing.

“Paling tidak kita punya empat (Perda dan Pergub), seharusnya pemerintah bisa mengimplementasikan apa yang sudah direncanakan itu,” katanya.

Atun juga menyoroti kecenderungan pemerintah yang terlalu mengandalkan partisipasi masyarakat dalam penanganan kekerasan seksual. Meskipun peran masyarakat penting, menurutnya peran utama tetap berada di tangan pemerintah, karena pemerintah memiliki otoritas, sumber daya, serta struktur birokrasi yang lebih mampu dalam melakukan upaya pencegahan dan penindakan.

Partisipasi masyarakat perlu, tapi mengaktivasi semua dinas ini untuk bekerja lebih baik juga perlu,” terangnya.

Ia menilai, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak ini bukan hanya menjatuhkan derajat korban tetapi juga pelaku. Atun menegaskan sebagai manusia janganlah melakukan kekerasan seksual terhadap orang lain, ketika dia melakukan itu justru menurunkan nilai kemanusiaannya sendiri. “Jangan jadi korban, haram jadi pelaku,” ucapnya.

Untuk mengentaskan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di NTB, dia meyakinkan kepada para korban untuk berani berbicara, karena salah satu cara membongkar kejahatan ini ketika para korban bersuara.

“Undang-undang sudah mengatur, bahwa keterangan korban ini bisa dijadikan sebagai alat bukti, tetapi jangan sampai disalah gunakan,” pungkasnya. (era)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -






VIDEO