spot_img
Senin, Juni 23, 2025
spot_img
BerandaEKONOMIFABEM NTB Tolak Keras Penambangan Nikel di Raja Ampat

FABEM NTB Tolak Keras Penambangan Nikel di Raja Ampat

Mataram (Suara NTB) – Forum Alumni Badan Eksekutif Mahasiswa (FABEM) Nusa Tenggara Barat (NTB) menyatakan penolakan tegas terhadap rencana penambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya. Penolakan ini dilandasi oleh kekhawatiran akan dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan, serta ancaman terhadap keanekaragaman hayati laut yang menjadi ciri khas kawasan tersebut.

Ketua FABEM NTB, Habibi, menegaskan bahwa aktivitas penambangan nikel di Raja Ampat berpotensi menyebabkan pencemaran air dan tanah, kerusakan ekosistem laut, deforestasi, hingga hilangnya mata pencaharian masyarakat setempat. “Raja Ampat adalah salah satu kawasan dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia. Penambangan di wilayah ini dapat menimbulkan kerusakan permanen dan berdampak buruk bagi generasi mendatang,” ujar Habibi.

Raja Ampat dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati laut global. Kawasan ini menjadi habitat bagi lebih dari 2.500 spesies ikan laut, 75 persen spesies karang dunia, berbagai jenis moluska, serta mamalia laut seperti paus, lumba-lumba, dan dugong. FABEM NTB menilai, keberadaan tambang nikel di wilayah ini akan merusak ekosistem yang bernilai tinggi tersebut.

Sebagai bentuk sikap resmi, FABEM NTB menyampaikan sejumlah tuntutan, di antaranya:

  1. Meminta Presiden RI Prabowo Subianto menghentikan eksplorasi dan rencana penambangan nikel di Raja Ampat.
  2. Mendesak Kejaksaan Agung RI dan aparat penegak hukum untuk memeriksa indikasi pelanggaran dalam proses penerbitan izin tambang dan memastikan penegakan hukum yang tegas.
  3. Meminta Kementerian LHK dan Kementerian ESDM mengevaluasi seluruh aktivitas penambangan di pulau-pulau kecil yang tidak memenuhi prinsip Good Mining Practice (GMP).
  4. Mendorong penegakan sanksi administratif, pidana, dan perdata terhadap pelanggaran yang menyebabkan kerusakan lingkungan.
  5. Menekankan pentingnya investasi yang ramah lingkungan dan tidak merusak situs bersejarah maupun ekosistem alam.

Habibi menambahkan, FABEM NTB siap mengawal isu ini melalui gerakan “1.000 tanda tangan” yang melibatkan masyarakat dan organisasi lainnya.  “Kami akan berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk memperkuat gerakan ini dan memastikan kelestarian lingkungan Raja Ampat tetap terjaga,” ujarnya.

Wakil Ketua Umum DPP FABEM Bidang Kerja Sama Antar Lembaga dan Hukum, Tody Ardiyansah Prabu, S.H., turut menyatakan kesiapan untuk mengawal dan mengonsolidasikan gerakan penolakan tersebut. Ia menekankan bahwa momentum ini akan digunakan FABEM untuk memperjuangkan isu lingkungan yang berpihak pada rakyat dan mengkritisi praktik pertambangan yang tidak bertanggung jawab. “Banyak perusahaan tambang tidak menjalankan sistem manajemen lingkungan dengan baik dan abai terhadap prinsip GMP,” ungkap Tody.

Tody juga menyoroti dasar hukum yang mendukung penolakan tambang di wilayah pesisir dan pulau kecil. Ia mengacu pada Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU No. 1 Tahun 2014, yang memprioritaskan pemanfaatan pulau kecil untuk konservasi, pendidikan, perikanan, dan pariwisata berkelanjutan. Hal ini ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-XXI/2023.

Selain itu, UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil juga melarang aktivitas yang dapat mengganggu ekosistem, termasuk penambangan terumbu karang dan pencemaran lingkungan. (r/bul/*)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -










VIDEO