spot_img
Senin, Juli 14, 2025
spot_img
BerandaNTBLOMBOK TIMURTidak Lagi Punya Program Garam

Tidak Lagi Punya Program Garam

SEKRETARIS Dinas Kelautan dan Perikanan Lotim, Sumaryadi yang dikonfirmasi terpisah menyampaikan sejak tahun 2023 lalu, Lotim sudah tidak mengampu program budidaya garm lagi. Semua program budidaya kini di tangan pemerintah provinsi. “Sekarang provinsi yang tangani,” ujarnya pada Ekbis NTB pekan kemarin.

Ditanya soal potensi, Lotim saat ini memiliki luas lahan garam 1.385,13 hektare (ha). Hanya saja, sebagkan kecil dari semua  potensi tersebut dimanfaatkan. Selama lima tahun terakhir, terluas pemanfaatannya tahun 2024 dengan luas areal 76,69 ha. Tahun 2023 76,6 ha, tahun 2022 49,17 ha, tahun 2021 seluas 55,75 ha dan tahun 2020 hanya  50 ha.

Melihat areal produksi kecil, jumlah produksi garam di Lotim diakui tidaklah terlalu besar. Tahun 2024 lalu, produksi garam di Lotim mencapai 4.725,33 ton. Tahun 2023 lebih rendah, yakni hanya 2.364 ton. Tahun 2022 produksi 1.103,21 ton. Tahun 2021 lebih banyak, 3.034,16 ton dan tahun 2020 lalu 2.954,20 ton.

Produksi garam Lotim ini hanya memenuhi kebutuhan lokal. Harapannya, garam dari luar daerah tidak masuk di Lotim untuk menjaga kualitas harga. “Yang banyak datang ke Lotim ini garam dari Bima dan Madura,” ungkapnya.

Lotim kabarnya masuk menjadi salah satu daerah yang menjadi sentra produksi garam nasional. Hanya saja memang tidak seluas wilayah Bima. Meski demikian, diharapkan potensi yang ada di Lotim saat ini bisa dimanfaatkan lebih luas, sehingga bisa produksi lebih besar, terutama di sentra produksi garam di Lotim ada di Keruak dan Jerowaru. “Sentranya ada di Pijot, Ketapang Raya, Jerowaru, Tutuk, Sekaroh dan Batunampar Selatan,” sebutnya.

Lebih jauh soal sentuhan pemerintah, selama ini terakhir ada namanya program Pugar dari APBN, khusus dari APBD Lotim selama ini belum ada. Jenis bantuan yang diberikan antara lain pompa air, bantuan geo membran, pergudangan dan lainnya. “Bantuan gudang yang kita berikan itu pernah di Ketapang Raya,” ungkapnya.

Cuaca memang menjadi tantangan terberat tambak garam. Karena itulah pemerintah sudah berupaya untuk membantu geo membran dengan harapan garam tidak terpengaruh produksinya, karena persoalan cuaca. Diperlukan juga pemanfaatan teknologi agar garam yang dihasilkan jauh lebih baik.

Persoalan harga tidak ditampik belum bisa tertangani. Menurut  Sumaryadi, belum ada regulasi khusus soal harga garam, sehingga penjualan garam selama ini diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar.

Seperti pegakuan para petambak, secara keseluruhan di wilayah Lotim sebagian besar memang belum  bisa produksi. Tantangan terberatnya adalah hujan yang terus mengguyur. Dilihat dari siklus produksi, pada bulan Mei dan Juni ini sebenarnya petambak tengah proses pengolahan lahan. Setelah itu, memasukkan air ke dalam kolam produksi dan puncaknya panen pada Oktober dan November.  Mengingat kondisi cuaca saat ini, sampai sekarang belum ada informasi dari petugas di bawah soal rencana produksi.

Pemerintah sudah berusaha untuk meningkatkan nilai tambah garam agar nilai jual garam ini bisa lebih baik diperoleh para petambak. Dulu pernah katanya ada program pemerintah iodisasai garam. Pemkab Lotim sencara khusus lewat Perusahaan Daerah Agro Selaparang untuk bantu pemasaran garam.  Akan tetapi, hal ini ternyata belum bisa mengangkat lebih optimal karena sejumlah keterbatasan.

Menurutnya, belum ada penanam modal besar di bidang garam ini. Sebagian besar pelaku bisnis garam di Lotim merupakan pemain kecil. Produksi pun tidak ada yang masuk industri. Sementara, dilihat dari peluang bisnisnya sangatlah besar. “Untuk spa dan berbagai industri jasa dan produksi lainnya itu kan banyak menggunakan garam,” demikian. (rus)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -



VIDEO