Mataram (Suara NTB) – Wakil Gubernur (Wagub) NTB, Hj.Indah Dhamayanti Putri menyoroti angka stunting yang tinggi di NTB. Berdasarkan data BKKBN, angka stunting di NTB tahun 2024 sebesar 29,8 persen atau naik 5,2 persen dari tahun sebelumnya. Wagub Dinda berharap, persoalan stunting di NTB bisa segera dipecahkan.
Hal itu disampaikan Wagub Dinda usai Pelantikan Badan Kerja Sama Organisasi Wanita (BKOW) NTB, di Kantor Pendopo Gubernur, Senin 16 Juni 2025.
“Kita tidak menutup mata bahwa angka stunting cukup tinggi di NTB. Hari ini yang kita harapkan adalah bagaimana kita duduk bersama memecahkan kira-kira apa langkah yang bisa kita lakukan secara serentak dengan kabupaten/kota,” ujarnya.
Menurut Wagub Dinda, tingginya angka stunting di NTB merupakan akumulasi dari banyaknya kasus stunting di kabupaten/kota yang ada di NTB. “Jadi kita harus duduk bersama dan tentunya itu dengan beberapa OPD sudah disiapkan untuk beberapa langkah dan tim yang akan melakukan untuk penurunan angka stunting,” ucapnya.
Adapun solusi yang akan dilakukan untuk menekan angka stunting tersebut, Wagub Dinda akan menyampaikannya setelah melakukan diskusi dengan beberapa OPD terkait. “Nanti kita akan sampaikan,” ujarnya.
Sebelumnya, Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) NTB menyebut angka stunting di NTB meningkat. Peningkatan tersebut berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia pada 2024.
Hal itu disampaikan Kepala Perwakilan BKKBN NTB, Dr. Lalu Makripuddin, M.Si., usai acara kunjungan kerja DPR RI komisi IX di Kantor Gubernur, Rabu, 28 Mei 2025. Memang cukup mengagetkan ya angka stunting kita sesuai hasil SSGI itu meningkat, katanya kepada Suara NTB, Rabu 28 Mei 2025.
Disebutkan, angka stunting pada 2023 sebesar 24,6 persen. Kemudian pada 2024 meningkat menjadi 29,8 persen. “Artinya peningkatannya itu sekitar 5,2 persen,” sebutnya.
Makripuddin mengatakan, “kabupaten yang menyumbang angka tertinggi stunting merupakan Kabupaten Lombok Utara (KLU) sebesar 35 persen. Disusul Lombok Timur 33 persen. Kemudian Kabupaten Sumbawa 29 persen. Kabupaten Bima 28,4 persen. Kota Mataram 23 persen, dan Kabupaten Dompu 19,8 persen. Jadi data yang baru keluar enam kabupaten,” ungkapnya.
Ia mengungkapkan banyak faktor yang menjadi penyebab meningkatnya angka stunting tersebut. Pertama, tidak tercapainya target data-data terkait stunting.
Remaja putri yang mendapat tablet tambah darah, ibu hamil yang mendapat tablet tambah darah kelihatannya tidak tercapai, jelasnya.
Selain itu, kemiskinan ekstrem juga menjadi salah satu biang kerok meningkatnya angka stunting di NTB. Menurut Makripuddin, tiga dari sepuluh balita stunting berasal dari keluarga miskin ekstrem.
Kemudian ada banyak faktor lain yang menyebabkan. Tapi mungkin pernikahan dini kita juga tinggi. Karena ini tentu berpotensi melahirkan stunting, pungkasnya. (sib)