Jakarta (Suara NTB) – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengatakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) segera merevisi Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 dan memasukkan empat pulau yang disengketakan ke dalam wilayah administrasi Provinsi Aceh sebagaimana diputuskan oleh Presiden Prabowo Subianto.
“Kepmendagri segera direvisi untuk kemudian keempat pulau tersebut dimasukkan ke Aceh,” kata Bima Arya saat dihubungi Antara di Jakarta, Selasa, 17 Juni 2025.
Bima mengatakan proses revisi Kepmendagri tersebut tidak rumit dan proses bisa segera diselesaikan dalam waktu singkat. “(Bisa) langsung saja revisi, bisa hari ini juga atau besok,” ujarnya.
Untuk diketahui, dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 saat ini tertuang bahwa empat pulau, yakni Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang masuk wilayah administratif Provinsi Sumatera Utara, tepatnya Kabupaten Tapanuli Tengah, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh Singkil.
Kebijakan ini telah memicu perbedaan aspirasi dari kedua pemerintah daerah, yang masing-masing merasa memiliki keterikatan historis dan administratif terhadap pulau-pulau tersebut.
Presiden Prabowo Subianto kemudian mengambil alih penyelesaian polemik tersebut dan memutuskan status Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek masuk dalam wilayah administratif Provinsi Aceh.
Hal ini disampaikan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi seusai menggelar rapat terbatas bersama sejumlah pihak terkait di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 17 Juni 2025.
“Pemerintah mengambil keputusan bahwa keempat pulau yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek secara administratif berdasarkan dokumen pemerintah masuk ke wilayah administratif wilayah Aceh,” kata Mensesneg di Kantor Presiden Jakarta.
Dikatakan Prasetyo, ratas tersebut dipimpin langsung Presiden Prabowo Subianto secara daring untuk mencari jalan keluar terhadap dinamika empat pulau di Sumut dan Aceh.
Berdasarkan laporan dari Kemendagri, serta dokumen data pendukung yang dimiliki pemerintah, kata Prasetyo, Presiden memutuskan bahwa keempat pulau secara administratif masuk ke wilayah administratif Aceh.
Kemensetneg memfasilitasi audiensi dua kepala daerah perihal status kepemilikan empat pulau yang berada di batas administratif Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.
Hadir secara langsung dalam ratas tersebut Mensesneg Prasetyo Hadi, Mendagri Tito Karnavian, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco, Gubernur Aceh Muzakir Manaf dan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution.
Temui JK
Gubernur Aceh Muzakir Manaf mengungkap rencana pertemuannya dengan Wakil Presiden Ke-10 dan Ke-12 RI, Jusuf Kalla, usai penyelesaian konflik empat pulau di wilayah perbatasan Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, Selasa, 17 Juni 2025.
“Mungkin ada. Boleh, boleh, kita jadwalkan,” kata Muzakir, seusai konferensi pers penyelesaian konflik empat pulau di Kantor Presiden, Jakarta, menjawab kabar pertemuannya dengan Jusuf Kalla pada Selasa sore.
Saat ditanya terkait topik pembicaraannya dengan Jusuf Kalla, Muzakir menyebut sejumlah hal teknis yang tak bisa diungkap kepada publik. “Ya, mungkin ada beberapa hal. Karena yang berjumpa nanti termasuk pihak terkait,” katanya.
Presiden Prabowo Subianto menetapkan keputusan bahwa Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek—masuk ke dalam wilayah Provinsi Aceh.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan keputusan diambil berdasarkan temuan dokumen penting surat Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 111 Tahun 1992, yang ditandatangani pada 24 November 1992 yang menjadi dasar hukum kuat.
Diberitakan sebelumnya, Jusuf Kalla (JK), menegaskan bahwa secara formal dan historis, keempat pulau tersebut adalah bagian dari wilayah Aceh, tepatnya Kabupaten Aceh Singkil.
JK mengaitkan status pulau-pulau tersebut dengan hasil perundingan damai antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki pada 2005.
Dalam perundingan itu, disepakati bahwa batas wilayah Aceh merujuk pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956, yang secara tegas membentuk Provinsi Aceh sebagai daerah otonom dan memisahkannya dari Provinsi Sumatera Utara.
“Dalam sejarahnya, pulau-pulau itu masuk Aceh, meskipun letaknya dekat dengan Sumatera Utara. Itu hal yang biasa secara geografis,” ujar JK.
Pernyataan tersebut memperkuat posisi Aceh dalam sengketa administratif yang kini tengah diupayakan penyelesaiannya melalui rapat terbatas pemerintah pusat. (ant)