Mataram (Suara NTB) – Wacana pemangkasan kuota jemaah haji Indonesia hingga 50 persen oleh Pemerintah Arab Saudi sempat menimbulkan kekhawatiran. Khususnya bagi calon jemaah asal Kota Mataram. Jika rencana itu terjadi, waktu tunggu yang sudah panjang bisa menjadi dua kali lipat lebih lama.
“Kalau terjadi pemangkasan, berapapun besarannya, tentu daftar tunggu akan berdampak menjadi panjang. Misalnya dipangkas 50 persen, kalau jadi, maka jemaah haji yang harusnya berangkat lima tahun lagi menjadi 10 tahun lagi,” ujar Kepala Seksi Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag) Kota Mataram, Kasmi, saat dihubungi, Selasa, 17 Juni 2025.
Menurut Kasmi, jika pemangkasan benar-benar terjadi, maka calon jemaah haji yang baru mendaftar saat ini di Kota Mataram harus bersiap menunggu hingga 37 tahun ke depan. Hal ini disebabkan kuota haji yang terbatas, sementara jumlah pendaftar terus bertambah setiap tahun.
Ia juga menjelaskan bahwa jika skenario pemangkasan itu benar-benar terjadi, tidak akan ada perlakuan khusus bagi jemaah lansia atau mereka yang memiliki kondisi kesehatan rentan. Semua tetap mengikuti regulasi yang berlaku, di mana urutan keberangkatan ditentukan berdasarkan waktu pendaftaran, bukan kondisi usia atau kesehatan.
Meski tidak mendapat prioritas khusus dalam sistem antrean umum, pemerintah tetap mengalokasikan kuota terbatas bagi calon jemaah haji lanjut usia. “Jemaah lansia itu ada jatahnya. Seperti kemarin, dari 700 sekian jemaah haji Kota Mataram yang diberangkatkan, kita dijatahkan cuma delapan orang dari jumlah tersebut,” jelas Kasmi.
Ia menuturkan, batasan lansia ditetapkan mulai usia 65 tahun ke atas. Namun tetap saja, yang menjadi prioritas keberangkatan adalah mereka yang mendaftar lebih awal, bukan semata-mata berdasarkan usia.
“Misalnya ada yang datang mendaftar dengan usia 70 tahun, tapi baru mendaftar lima tahun lalu. Sementara ada lansia usia 64 tahun tapi sudah lebih lama mendaftar. Yang diambil tetap yang sudah lebih lama mendaftarnya, bukan yang lebih tua umurnya,” paparnya.
Kasmi menambahkan, kuota lansia merupakan kebijakan nasional yang ditentukan oleh pemerintah pusat. Daerah hanya menjalankan sesuai ketentuan yang telah ditetapkan.
Ia juga mengungkapkan bahwa antrean yang terlalu lama telah menyebabkan banyak calon jemaah membatalkan porsinya. “Sekarang saja hampir setiap hari ada pembatalan porsi oleh calon jemaah haji di Kemenag Kota Mataram. Sehari rata-rata satu orang yang datang membatalkan. Itu alasannya, karena terlalu lama menunggu,” ungkapnya.
Namun demikian, kekhawatiran soal pengurangan kuota akhirnya mereda setelah Badan Penyelenggara (BP) Haji memastikan bahwa Pemerintah Arab Saudi membatalkan wacana tersebut. Kepastian itu disampaikan menyusul kepercayaan penuh dari Pemerintah Arab Saudi terhadap pengelolaan haji oleh Indonesia yang kini tengah memasuki masa transisi dari Kementerian Agama ke BP Haji.
Wakil Kepala BP Haji, Dahnil Anzar Simanjuntak, menyebut bahwa wacana pengurangan kuota memang sempat berkembang di internal Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi, sebagai bagian dari evaluasi atas pelaksanaan haji tahun ini. Namun, menurutnya, masyarakat tidak perlu lagi khawatir karena Pemerintah Indonesia akan terus mengawal agar kuota tetap terjaga.
Arab Saudi juga akan mulai memberlakukan sejumlah kebijakan baru mulai tahun 2026, di antaranya pembatasan jumlah syarikah atau perusahaan penyelenggara layanan haji yang hanya boleh maksimal dua. Selain itu, akan diterapkan standar yang lebih ketat terkait kesehatan jemaah (istithaah), kualitas hotel, porsi makanan, dan kapasitas tempat tidur per jemaah.
Menanggapi dinamika tersebut, BP Haji telah menyiapkan sejumlah langkah strategis. Salah satunya adalah pembentukan satuan tugas (task force) bersama Pemerintah Arab Saudi. Satgas ini akan bertugas memastikan seluruh aspek pelaksanaan haji berjalan baik, mulai dari validitas data jemaah, pemeriksaan kesehatan, transportasi, hingga fasilitas akomodasi di Arafah, Muzdalifah, dan Mina.
Dengan segala persiapan dan diplomasi tersebut, BP Haji berharap Indonesia tetap mendapat kepercayaan sebagai negara pengirim jemaah haji terbesar. Langkah-langkah ini juga diharapkan mampu mengantisipasi potensi pengurangan kuota dan penerapan kebijakan baru yang semakin ketat. (hir)