Mataram (Suara NTB) – Universitas Mataram (Unram) terus menunjukkan perannya sebagai kampus berdampak dengan merancang pendirian Marine Research Center di kawasan Teluk Jor, Lombok Timur. Pusat riset ini dirancang tidak hanya untuk pengembangan komoditas perikanan dan kelautan, tetapi juga untuk menjawab tantangan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, khususnya dalam upaya memutus rantai kemiskinan dan mendorong pendidikan generasi muda.
Wakil Rektor Bidang Akademik Unram, Prof. Dr. Sitti Hilyana, menyampaikan bahwa sejak tahun 2003 Unram telah terlibat aktif dalam membina masyarakat pesisir Teluk Jor, termasuk dengan mengedukasi dan mendorong pengelolaan potensi alam berbasis blue economy.
“Salah satu produk awal binaan kami adalah kerupuk cangkang kepiting, yang memanfaatkan limbah cangkang dari kawasan mangrove seluas 811 hektare. Setelah diteliti, cangkang tersebut mengandung kalsium tinggi dan bisa dijadikan bahan pangan sehat,” ungkap Prof. Hilyana saat ditemui di Teluk Jor, Rabu (18/6/2025).
Kini, produk-produk berbasis sumber daya pesisir seperti kerupuk cangkang kepiting, keripik kerang, dan yang lainnya telah menjadi sumber pendapatan masyarakat. Bahkan beberapa produk kini dipasok ke hotel berbintang dengan harga jual tinggi, seperti daging kepiting dada yang mencapai Rp250.000 per kilogram.
Lebih lanjut, Prof. Hilyana menjelaskan bahwa konsep silvofishery juga mulai diterapkan, yakni mengombinasikan pelestarian tegakan mangrove dengan budidaya biota di bawahnya seperti kepiting, kerang, udang, cumi, dan kerapu mangrove.
“Lewat edukasi dari Unram, masyarakat kini berhenti menebang mangrove dan mulai menyadari pentingnya ekosistem ini untuk kesehatan dan ekonomi. Dulu, banyak nyamuk karena mangrove ditebang. Sekarang masyarakat justru menjaga,” tambahnya.
Salah satu isu penting yang juga menjadi perhatian Unram adalah eksploitasi kuda laut. Sebelumnya, kuda laut kerap dijual dengan harga murah oleh masyarakat yang belum paham nilainya. “Dulu dijual Rp5.000 hingga Rp8.000 per ekor, padahal di luar negeri harganya bisa mencapai Rp11 juta. Tapi sekarang, eksploitasi itu sudah berhenti dan kita arahkan untuk konservasi,” ujarnya.
Pendirian Marine Research Center di Teluk Jor ke depan akan menjadi pusat riset, pelatihan, dan pengembangan komoditas seperti rumput laut, lobster, bintang laut, dan cumi-cumi, sekaligus pusat konservasi biota langka. Tidak hanya itu, Unram juga akan mengintegrasikan aspek capacity building masyarakat lokal.
“Hampir 98% masyarakat di sini tergolong miskin dan banyak menjadi TKI. Padahal sumber daya laut mereka melimpah. Maka melalui research center ini, kita dorong agar mereka bisa tinggal dan membangun daerahnya sendiri,” terang Prof. Hilyana.
Unram juga membuka akses pendidikan tinggi bagi anak-anak keluarga miskin di sekitar Teluk Jor melalui jalur miskin berprestasi. Selain itu, pendekatan ke SMK dan SMA sekitar juga dilakukan untuk membekali keterampilan yang relevan dengan potensi daerah.
Rencana pembangunan Marine Research Center saat ini tengah memasuki tahap perencanaan dan penyusunan blueprint, dengan dukungan pendanaan dari Japan International Cooperation Agency (JICA). Salah satu peneliti Unram, Dr. Eka, juga tengah menjalin kolaborasi riset dengan berbagai pihak di Jepang dan Tiongkok.
“Kawasan ini sangat strategis, dekat dengan kawasan wisata pulau-pulau kecil, seperti Pantai Pink. Potensi wisata dan jasa kelautannya luar biasa. Ini bukan hanya tentang komoditas, tapi juga tentang membangun manusia dan masa depan mereka,” tutupnya. (ron/*)