spot_img
Selasa, Juli 8, 2025
spot_img
BerandaHEADLINEKakak Korban Kasus Dugaan Eksploitasi Seksual Anak Bantah Peras Sesama Tersangka Hingga...

Kakak Korban Kasus Dugaan Eksploitasi Seksual Anak Bantah Peras Sesama Tersangka Hingga Rp125 Juta

Mataram (Suara NTB) – Fakta baru terungkap dalam kasus dugaan eksploitasi seksual terhadap anak di Mataram. ES (22), kakak korban yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka, membantah tudingan telah memeras MAA (51) hingga ratusan juta. ES juga membantah adanya aliran dana ke LPA untuk uang tutup mulut.

“MAA sering transfer, tapi tidak melebihi puluhan juta, agar kasus ini tidak diproses hukum,” tutur ES saat memberikan keterangan kepada media, Sabtu 21 Juni 2025.

ES alias Memey menjelaskan, setelah kasus ini terendus LPA Mataram dan akan dibawa ke pihak kepolisian, dirinya langsung mengabarkan MAA. Dia mengatakan bahwa MAA sempat marah bahkan sempat mengancam akan melakukan kekerasan kepada dirinya.

“Ga usah bawa-bawa saya. Kamu tahu saya siapa, saya bisa suruh orang untuk mutilasi kamu, kata si MAA kepada saya,” ucapnya.

Selanjutnya dia membeberkan bahwa MAA menyuruhnya membicarakan perkara ini dengan keluarganya. Jaminan uang pun ditawarkan agar kasus ini tidak diusut pihak kepolisian.

Tak hanya itu, MAA juga disebut menanyakan berapa jumlah uang tutup mulut yang harus dia bayarkan ke LPA agar kasus ini selesai secara kekeluargaan.

ES kemudian menyuruh bibinya menemui pihak LPA Mataram untuk membicarakan perkara damai dengan sejumlah uang, namun pihak LPA menolak.

Memey mengaku dirinya selalu berkoordinasi dengan MAA terkait pergerakan perkara ini. Dia juga mengakui setiap pertemuan dengan MAA, selalu ada uang yang diterimanya.

“Di luar transfer, ada tiga kali pertemuan dengan total pemberian uang ke saya Rp700 ribu secara cash,” katanya.

Beberapa waktu kemudian, MAA menyuruh ES untuk membuat surat damai. Saat itu ES mengatakan, MAA kembali memberikan uang yang dinikmati bapak korban sejumlah Rp3 juta. “Sering memang dia transfer. Ada juga Rp2 juta diberikan ke bibi saya,” tambahnya.

Meskipun uang sering diterimanya dari MAA, ES dengan tegas membantah pihak LPA tidak pernah ikut meminta uang dari dirinya.

Dia membeberkan, uang yang paling banyak ia terima dari MAA adalah Rp25 juta. Pada saat itu keduanya mengira kasus ini sudah selesai secara kekeluargaan hingga MAA memberikan Rp25 juta kepada ES.

“Namun ternyata saya dipanggil oleh pihak penyidik di Polda NTB untuk jadi saksi. Uang itu pun dikembalikan ke MAA,” tuturnya.

Setelah mengembalikan uang Rp25 juta itu, ES sempat meminta uang kembali untuk membayar pengacara untuk mendampinginya. Namun, MAA menolak dan memutus hubungan dengan ES.

Saat itulah, ES membongkar siapa MAA hingga kasus ini masuk ke tahap penyidikan dan keduanya ditetapkan sebagai tersangka oleh Sub Direktorat Remaja, Anak dan Wanita (Subdit Renakta) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB.

Pihak MAA mengatakan Diperas Rp125 juta oleh ES

Sebelumnya, Muhamad Sapoan selaku kuasa hukum MAA menjelaskan bahwa kliennya merasa menjadi korban pemerasan oleh ES.

“Dalam perkara ini, ES meminta uang kepada MAA sebesar Rp125 juta. Dan sudah diberikan melalui transfer dan cash kepada si ES,” jelas Sapoan, Jumat, 20 Juni 2025.

Sapoan juga membeberkan bahwa dia telah memegang bukti transfer dan pemberian uang dalam bentuk cash kepada ES. Dia juga menyebutkan, uang yang diminta ES kepada kliennya itu juga turut dirasakan oleh saudara ES berinisial M.

Kuasa hukum tersangka MAA itu juga mengatakan bahwa modus ES memeras kliennya adalah supaya kasus ini tidak dilaporkan ke pihak kepolisian.

LPA Tepis Dugaan Suap
Setelah sebelumnya ada dugaan pihak LPA Mataram meminta uang kepada tersangka ES, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi menepis hal itu.

“Saya membantah dengan tegas, tidak pernah ada permintaan dan penerimaan uang tersebut,” kata Joko.

Joko menegaskan bahwa perkara meminta uang itu hanya terjadi antara tersangka dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan LPA.

Joko menjelaskan bahwa peraturan di LPA mengharuskan harus ada minimal dua orang yang hadir saat menemui korban. “Sehingga, kita pastikan bahwa permintaan itu tidak ada,” pungkasnya.

Sebagai informasi, ES dan MAA telah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian karena diduga telah bersama-sama melakukan tindak pidana eksploitasi seksual atau ekonomi terhadap anak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Keduanya juga disangkakan dengan Pasal 88 jo. Pasal 76i Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Terhadap ES pihak kepolisian tidak melakukan penahanan setelah status yang bersangkutan menjadi tersangka karena ES memiliki anak berumur dua bulan yang harus dirawatnya.

Hasil penyelidikan polisi mengungkap bahwa ES, kakak kandung korban, diduga menjual adiknya dengan janji akan membelikan handphone baru. Ia mempertemukan korban dengan MAA dan meminta bayaran Rp8 juta untuk setiap kali persetubuhan dilakukan. (mit)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -






VIDEO