Giri Menang (Suara NTB) – Anggota DPRD Kabupaten Lombok Barat dari Fraksi Demokrat, Robihatul Khairiyah menyampaikan dukungan penuh terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024, yang memerintahkan pemisahan antara penyelenggaraan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah mulai tahun 2029 dan 2031.
“Putusan ini adalah angin segar bagi demokrasi kita. Selama ini, format pemilu serentak lima kotak telah menimbulkan kerumitan teknis, membebani penyelenggara, serta melemahkan proses kaderisasi partai politik. Dengan format baru ini, partai punya ruang lebih sehat untuk membina kader, dan rakyat tidak lagi dibingungkan oleh tumpukan surat suara,” ujar Robihatul, Jumat, 27 Juni 2025.
Sebagai Kader Partai Demokrat, Robihatul menegaskan bahwa demokrasi yang inklusif dan berpihak pada rakyat adalah semangat utama dalam memperjuangkan sistem politik yang lebih baik. Penataan ulang jadwal pemilu seperti yang diputuskan MK diyakini akan meningkatkan partisipasi publik, memperkuat pelembagaan politik, serta menyederhanakan sistem pemilu.
“Ini bukan sekadar soal teknis pemilu. Ini adalah tentang kedaulatan rakyat dan keberlanjutan demokrasi yang sehat. Saya mendukung penuh agar revisi undang-undang terkait Pemilu dan Pilkada segera dilakukan demi memastikan arah baru yang lebih adil dan efektif,” lanjut salah satu “Srikandi Parlemen” asal Narmada ini.
Lebih lanjut politisi perempuan alumnus Unram ini menyatakan komitmennya untuk ikut menyosialisasikan skema baru pemilu ini ke akar rumput. “Sebagai wakil rakyat, tugas saya bukan hanya di ruang rapat. Tapi juga memastikan rakyat memahami perubahan penting ini dan merasa memiliki proses politiknya,” ujarnya.
“Dengan putusan MK ini, Pemilu Nasional akan tetap digelar pada tahun 2029 untuk memilih Presiden, DPR, dan DPD. Sementara Pemilu Daerah akan digelar dua tahun kemudian, yakni pada tahun 2031, untuk memilih kepala daerah serta anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota,” imbuh politisi perempuan berusia 38 tahun ini.
Robihatul menambahkan, terkait putusan MK ini tidak otomatis berlaku untuk Pemilu 2029. Harus ada revisi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. DPR, Presiden, dan KPU wajib menindaklanjuti, karena tafsir MK bersifat final and binding. (her)