Sumbawa Besar (Suara NTB) – Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Sumbawa, menarik puluhan hewan ternak dari sejumlah kelompok penerima bantuan lontaran penyalurannya yang tidak sesuai ketentuan karena dijual, hilang, dan dipindahtangankan.
“Jadi, ada 77 ekor sapi dan 46 ekor kambing yang kita tarik dan minta dikembalikan dari sejumlah kelompok penerima bantuan lantaran diperjualbelikan dan dipindahtangankan ke pihak lain,” kata Kadis DPKH Sumbawa, Ir. H. Junaidi, kepada Suara NTB, Senin, 30 Juni 2025.
Haji Jun melanjutkan, penarikan bantuan itu dilakukan seiring dengan adanya temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan NTB yang menyebutkan adanya penyalahgunaan bantuan. Bahkan ada sekitar 77 ekor sapi senilai Rp510 juta dan 46 ekor kambing senilai Rp92 juta tersebut sudah dikembalikan.
“Bantuan yang dipindahtangankan dan diperjualbelikan itu sudah dikembalikan oleh kelompok. Penyerahan itu juga disertai dengan berita acara,” ucapnya.
Haji Jun pun meyakinkan, pemerintah saat ini tengah menyiapkan regulasi khusus untuk menekan penyimpangan penyaluran bantuan tersebut. Salah satunya dengan menggandeng APIP (Inspektorat) dan Kejaksaan mulai dari tahap perencanaan, pengadaan hingga penyaluran.
“Jadi, untuk pengadaan ternak di tahun 2025 sudah masuk dalam program strategis daerah dan kita sudah meminta pendampingan ke Kejaksaan untuk menekan terjadinya hal yang tidak diinginkan,” ujarnya.
Selain itu, pihaknya juga sudah mengundang 65 kelompok penerima bantuan di tahun 2025 untuk diberikan pengarahan dan penjelasan tekhnis baik dari Dinas maupun dari Inspektorat dan Kejaksaan. Sehingga temuan yang terjadi di tahun 2024 bisa diminimalisir dan menekan terjadinya perbuatan pidana.
“Memang benar bantuan ternak ini dari Pokok pikiran (Pokir) DPRD, tetapi bantuan tersebut harus dimanfaatkan dengan baik dan tidak diperjualbelikan setelah bantuan diterima,” tegasnya.
Ia menambahkan, pemerintah juga sudah meminta kelompok penerima bantuan untuk menandatangani Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM). Sehingga apapun yang terjadi nantinya baik itu penjualan maupun pemindatanganan bantuan bukan lagi tanggung jawab pemerintah.
“Kita sudah meminta mereka untuk menandatangani SPTJM terhadap kelompok penerima bantuan tersebut. Kami juga akan tetap melakukan pengawasan secara intensif untuk menekan terjadinya hal yang tidak diinginkan,” tukasnya. (ils)