Mataram (Suara NTB) – Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan NTB menyoroti sejumlah permasalahan yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) NTB, khususnya menyangkut manajemen, keuangan sesuai temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI beberapa waktu lalu. Mencermati kondisi ini, Ombudsman mendesak pihak berkompeten untuk melakukan perbaikan manajemen hingga dilakukan intervensi hokum.
Kepala Ombudsman NTB, Dwi Sudarsono, SH menegaskan kendati satu-satunya RS tipe A di NTB tersebut mengalami berbagai kendala internal, pelayanan terhadap masyarakat harus tetap diprioritaskan. Problem-problem di rumah sakit, terkait dengan manajemen, keuangan, dan sebagainya itu tidak harus mengganggu pelayanna publik. Karena pelayanan publik adalah kewajiban pemberi layanan, ujarnya, Selasa, 1 Juli 2025.
Menyinggung soal pengelolaan keuangan rumah sakit sesuai dengan temuan adanya utang senilai Rp247,97 miliar, Ombudsman mendorong pemerintah provinsi dan DPRD turut mengambil peran aktif. Pasalnya, sebagian besar pembiayaan rumah sakit daerah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Intinya kan harus diproses, tapi satu lagi kalau konteks pelayanan publik, pemerintah harus ikut bertanggung jawab. Karena mencakup keuangan APBD, jadi DPRD kemudian Pemda harus menyelesaikan keuangan ini. Tidak bisa kita serahkan ke RSUP, ujarnya.
Dwi juga menekankan pentingnya intervensi dari pihak-pihak terkait guna menyelesaikan persoalan keuangan yang membelit di rumah sakit. Ia mengingatkan, jika masalah keuangan tidak segera diselesaikan, maka dampaknya bisa merembet pada pelayanan.
Adapun jika ditemukan adanya penyimpangan pengelolaan keuangan. Ombudsman mendorong agar adanya intervensi hukum kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab. Tapi kalau itu penyimpangan, rumah sakit misalnya ya silakan diproses secara hukum, tegasnya.
Sebelumnya, BPK RI menemukan sejumlah penyimpangan pengelolaan keuangan pendidikan dan kesehatan di NTB. Di RSUP NTB, ditemukan adanya utang tahun 2024 di rumah sakit ini sekitar Rp247,97 miliar yang menjadi penyebab defisit anggaran.
Kedua, perlu perbaikan pengelolaan biaya anggaran pendidikan oleh sekolah di Lingkup Pemprov NTB. Sebab, BPK menemukan adanya temuan pemeriksaan lainnya senilai Rp4,77 miliar, salah satunya adalah penggunaan dana BOS yang tidak sesuai peruntukan senilai Rp136,76 juta.
Menyikapi temuan ini, Gubernur NTB, Dr.H.Lalu Muhamad Iqbal mengatakan pihaknya telah meminta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) teknis untuk segera menyelesaikan temuan Badan Pengelola Keuangan (BPK) terkait adanya kesalahan dalam pengelolaan keuangan negara.
Pemprov NTB, katanya akan berkomitmen melakukan sejumlah pembenahan, khususnya dalam tata kelola pendidikan dan layanan kesehatan.
Untuk sektor kesehatan, perbaikan akan difokuskan pada tata kelola keuangan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), termasuk penyesuaian belanja jasa pelayanan, sistem akuntansi, serta struktur Dewan Pengawas Rumah Sakit.
Agar ke depan diisi oleh kalangan profesional, sehingga dapat memberikan kontribusi positif untuk pengelolaan manajemen dan tata kelola blud pada seluruh rumah sakit provinsi, katanya. (era)