spot_img
Selasa, November 18, 2025
spot_img
BerandaHEADLINEKajati NTB Berikan Informasi soal Kasus Kematian Brigadir MN ke LPSK

Kajati NTB Berikan Informasi soal Kasus Kematian Brigadir MN ke LPSK

Mataram (Suara NTB) – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTB, Wahyudi menyampaikan bahwa pihaknya memberikan sekadar informasi mengenai kasus kematian Brigadir MN alias Nurhadi yang telah menetapkan tiga tersangka dalam pertemuan dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

“Dia (LPSK) meminta informasi sejauh mana penanganan di Kejaksaan terkait dengan peristiwa meninggalnya Brigadir Nurhadi,” kata Wahyudi yang ditemui di Kejati NTB, Mataram, Rabu, 23 Juli 2025 petang.

Dia mengatakan bahwa konteks pertemuan dalam pemberian informasi tersebut tidak terlepas dari bagian koordinasi dalam penanganan sebuah perkara.

“Jadi, ini masih penjajakan, apakah memungkinkan atau tidak dan bagaimana, itu belum, masih tahap awal. Itu kan ranah dan kewenangan LPSK atas siapa pun yang mengajukan permohonan JC (justice collaborator),” ujarnya.

Oleh karena itu, Kajati menyatakan belum ada pembicaraan lebih jauh terkait kasus kematian Brigadir Nurhadi, mengingat belum lama ini jaksa peneliti mengembalikan berkas milik tiga tersangka ke penyidik Polda NTB dengan menyertakan materi petunjuk tambahan.

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Sri Suparyati usai bertemu pihak Kejati NTB mengatakan pihaknya mendengarkan pemaparan tersebut langsung dari Kepala Kejati NTB beserta jajaran.

“Jadi, pertemuan dengan Kajati NTB ini sebagai bagian dari koordinasi dan kolaborasi dalam konteks mengungkap suatu tindak pidana yang sudah kita ketahui bersama terkait kasus kematian Brigadir Nurhadi,” katanya.

Dalam pertemuan tersebut, jelas dia, ada beberapa hal menjadi fokus pembicaraan yang tidak lepas dari materi pemeriksaan berkas.

Pertama, perihal dugaan pelaku penganiayaan yang mengakibatkan Brigadir Nurhadi meninggal dunia karena tulang lidah patah itu mengarah pada tersangka Misri Puspita Sari (M).

“Kemudian, dari hasil autopsi ada ditemukan luka-luka, ada cekikan dan sebagainya sehingga muncul pertanyaan apakah seorang Misri ini bisa melakukan tindakan hingga korban mati seketika?” ucap dia.

Dia juga mengakui bahwa pertemuan dengan pihak kejaksaan ini merupakan tindak lanjut adanya pengajuan tersangka Misri sebagai saksi pelaku atau Justice Collaborator (JC) dalam kasus ini.

“Jadi, memang JC kami terima permohonan dari Misri. Itu yang coba kami koordinasikan dan konsentrasinya sebagaimana JC, posisinya dia adalah saksi pelaku bukan pelaku utama yang bisa mengungkap peristiwa yang sebenarnya dan seluas-luasnya,” ujarnya.

Oleh karena itu, pertemuan LPSK dengan Kejati NTB sebagai penuntut umum dalam perkara ini, Sri menegaskan bahwa ini merupakan bagian dari upaya menelaah permohonan JC tersangka Misri sesuai aturan dalam Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 13 tTahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

“Jadi, dalam Pasal 28 di situ disebutkan, dalam telaah ini kami harus minta keterangan para pihak, baik dari penuntut umum maupun penyidik, juga rekam medis, alasan medis, ada track record posisi pemohon JC, itu semua akan kami lihat sejauh mana, apakah JC ini layak nantinya diberikan,” katanya.

Sri menerangkan bahwa kedatangannya bersama tim LPSK ke NTB ini baru menemui pihak Kejati NTB. Untuk Polda NTB selaku penyidik dan pihak pemohon JC, yakni Misri belum terlaksana dan masih dalam agenda kunjungan di NTB.

“Pemohon belum (bertemu). Pada intinya kami dalam telaah ini bukan only LPSK, tetapi penerbitan JC ini harus melalui koordinasi dengan para pihak, baik kejaksaan maupun penyidik,” ujarnya.

Dalam proses telaah atas tindak lanjut pengajuan JC tersangka Misri ini, Sri menegaskan bahwa LPSK punya batasan waktu untuk menentukan apakah JC tersebut disetujui atau tidak.

“Tetapi, hal itu nanti bisa melihat tingkat kesulitan. Kami bisa lakukan perpanjangan waktu. Karena pengajuan JC bukan hal yang cepat dan mudah, karena harus telaah lagi lebih jauh,” katanya.

Selain Misri, dua tersangka lain dalam kasus ini adalah mantan perwira Polda NTB Kompol I Made Yogi Purusa Utama (Kompol Y) dan Ipda Haris Chandra (Ipda HC). Mereka kini telah menjalani penahanan di Rutan Dittahti Polda NTB.

Ketiganya berstatus tersangka dengan dugaan pelanggaran Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain dan Pasal 359 KUHP tentang kelalaian. (ant)

IKLAN










RELATED ARTICLES
- Advertisment -







VIDEO