Tanjung (Suara NTB) – Badan Anggaran DPRD Kabupaten Lombok Utara harus bekerja keras untuk menuntaskan pembahasan KUA PPAS dan RAPBD Perubahan tahun anggaran 2025. Banggar hanya memiliki waktu efektif sampai dengan bulan September sebagaimana Surat Edaran Menteri Dalam Negeri.
“Surat Edaran Mendagri memberi arahan bahwa RAPBD-P harus sudah disahkan paling lambat 3 bulan sebelum anggaran berakhir. Artinya, 3 bulan (Oktober-Desember) harus sudah dieksekusi,” tegas Anggota Banggar DPRD KLU, Ardianto, SH., Senin, 8 September 2025.
Ketua Fraksi Demokrat Lombok Utara ini mengakui, pembahasan KUA PPAS dan RAPBD-P TA 2025 terlambat dibahas. Idealnya, dokumen harus sudah masuk ke DPRD pada bulan Juli tahun 2025.
Pihaknya tidak mengetahui kendala di balik keterlambatan pengajukan dokumen KUA PPAS Perubahan. Kendati demikian, Banggar DPRD sebagai mitra eksekutif, akan memaksimalkan waktu yang ada untuk menuntaskan dokumen APBD Perubahan.
Menyadari limit waktu di bulan September ini, ia mengajak seluruh Anggota DPRD untuk bersama-sama membahas secara optimal. Baginya, limit waktu yang ada tidak berarti harus mengorbankan kualitas output dokumen APBD-P itu sendiri.
“Idealnya KUA PPAS selesai dalam 10 hari kerja, 10 hari berikutnya di TAPD untuk menyusun RAPBD, dan 10 hari terakhir pembahasan dan penetapan, termasuk evaluasi oleh Provinsi,” paparnya.
Politisi senior Lombok Utara ini mengaku khawatir, jika masa evaluasi di Provinsi memakan waktu yang relatif lama sehingga dokumen APBD-P tidak dapat dituntaskan pada akhir September. Andaikata hal tersebut harus dialami oleh Lombok Utara, maka anggaran Perubahan dapat dipastikan tidak dapat dilaksanakan.
“Kalau tidak selesai September, artinya kita keluar dari SE Mendagri. Dampaknya, anggaran tidak bisa dilaksanakan,” imbuhnya. “September kita harap bisa final, sehingga di bulan Oktober, semua program bisa berjalan,” tambahnya.
Melihat limit waktu eksekusi anggaran Perubahan 2025, ia juga membayangkan sejumlah program yang disusun harus disesuaikan dengan efektifitas waktu pengerjaan oleh pihak ketiga. Menurut Ardianto, pekerjaan fisik khususnya kontruksi gedung dan jalan hotmix, akan sangat sulit untuk diprogramkan mengingat adanya proses tender dan sebagainya.
Dibandingkan pekerjaan selesai tepat waktu, ia lebih memperkirakan bahwa pekerjaan tersebut memakan waktu tambahan atau dikerjakan disertai denda keterlambatan. Namun untuk program lain seperti penataan lingkungan, pengadaan barang dan jasa yang diserahkan ke masyarakat, masih bisa diprogramkan. (ari)


