Giri Menang (Suara NTB) – SDN 3 Karang Bongkot, Kecamatan Labuapi, Lombok Barat (Lobar) disegel oleh warga yang mengklaim lahan tersebut. Empat ruang yang disegel, di antaranya kelas 1 dua ruang, Kelas II satu ruang dan ruang Perpustakaan. Akibatnya, murid pun sempat belajar di luar kelas sebelum akhirnya dibuka oleh warga pada Selasa pagi, 23 September 2025.
Wakasek SDN 3 Karang Bongkot Tarmizi mengatakan penyegelan terjadi dua kali, pertama pada hari Minggu, 21 September 2025Â sekitar pukul 10.00 pagi. Kebetulan para guru pada saat itu, datang ke sekolah menyiapkan kegiatan ANBK yang direncanakan hari Senin, 22 September 2025. “Tahu-tahu ruangan ini sudah disegel, akhirnya dicari siapa yang disegel, ternyata disegel oleh pihak H Mugni,” katanya.
Ruangan yang sempat disegel pihak yang mengklaim lahan itu ada empat ruang, yakni tiga ruang kelas dan satu ruang perpustakaan. Â “Areal ini yang diklaim yang luasnya 460 meter persegi atau 4,6 are,” katanya.
Murid yang terdampak, masing-masing kelas I sebanyak 40 Anak, kemudian kelas II 30 anak hingga totalnya 70 anak. Pihak sekolah saat itu belum berani bertindak membuka segel tersebut, sehingga pada Senin pagi masyarakat yang datang membuka segel. “Warga ini bilang, kalau ini tempat anak-anak kami belajar, tidak perlu disegel, akhirnya dibuka oleh warga,” ujarnya.
Setelah itu, hari berikutnya (Selasa red) H Mugni yang klaim lahan ini kembali datang ke sekolah mempertanyakan kenapa segel dibuka?. Pihak sekolah pun menyampaikan bahwa segel itu dibuka oleh masyarakat. Â “Dia akhirnya pulang, tapi balik lagi dengan kasus hukumnya, dia bawa alat segel untuk penyegelan kembali,” imbuhnya.
Untungnya anak-anak pada saat itu sudah pulang. Pihaknya pun berkoordinasi dengan pihak Polsek, Kepala dusun dan pemerintah desa dihadirkan untuk mencari solusi. Supaya sekolah jangan disegel, karena anak-anak sedang ujian. Ketika itu saat bersitegang dengan pihak pengklaim lahan itu, namun diupayakan solusi proses hukum tetap berjalan, tapi sekolah tetap dibuka. Setelah ada bukti proses hukum selanjutnya apakah lahan itu bisa diambil atau tidak. Akhirnya segel dibuka lagi.
Terkait silsilah lahan itu, ia tidak tahu persis sebab ia masuk di sekolah itu tahun 2008, sudah mendapati kondisinya seperti itu. Namun setahu dia, gugatan lahan itu terjadi baru-baru ini. Sementara sekolah itu telah bersertifikat sejak 1994, tetapi terjadi gugatan, sehingga muncul sertifikat baru tahun 2016. Akan tetapi pada proses munculnya sertifikat itu tidak diketahui oleh pihak sekolah, sebab tidak ada pemberitahuan ada pengukuran lahan.
Hal senada disampaikan Kadus Karang Bongkot Saleh, bahwa proses penerbitan serifikat itu tidak ada pemberitahuan ke dusun. Padahal setahunya, warga yang mau membuat sertifikat mulai dari pengukuran dan lainnya mengetahui dusun atau desa. Namun dalam proses ini ia tak pernah dilibatkan. “Saya tidak pernah dilibatkan,”, aku dia.
Penyegelan sekolah ini pun direspons cepat oleh Wakil Ketua Komisi IV DPRD Lobar Dr. Syamsuriansyah yang turun langsung ke sekolah.
Dr Syam pun mengajak Pemkab mencarikan solusi, sebab saat ini anak-anak sedang melaksanakan Kegiatan Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK). Ia mengatakan bahwa tiap warga negara yang merasa memiliki hak berupaya melakukan hal-hal yang menjadi haknya, hanya saja ia meminta pada warga yang mengklaim perlu berkoordinasi dan kerja samanya supaya pelayanan pendidikan anak-anak tetap berjalan.
Terkait persoalan klaim mengklaim lahan ini, lanjut dia, nanti bisa dikoordinasikan oleh Pemkab Lobar, didorong oleh komisi IV untuk mencari solusi terbaik. Sehingga proses belajar mengajar anak tetap berjalan.
Sementara itu, H Mugni selaku yang mengklaim lahan itu, mengatakan bahwa tanah itu merupakan miliknya yang berasal dari pemberian orang tuanya. “Tanah ini diberikan oleh orang ke saya,” kata dia bahasa Sasak.
Lahan itu awalnya kosong, tidak ada bangunan sekolah. Sebab lahan tempat sekolah itu berbeda dengan lahannya, kendati pada satu areal. “Sebelah sekolah itu tanah saya luasnya 4,6 are,”imbuhnya. Sertifikat lahannya pun berbeda dengan sekolah. “Jadi beda sertifikatnya,”sambungnya.
Setelah itu ia berangkat tahun 2008 ke Arab Saudi, ketika lahan miliknya belum dibangun gedung sekolah. Namun setelah kembali dari luar negeri, lahannya telah dibangun gedung sekolah. Bangunan yang saat ini berdiri di lahannya itu merupakan baru dibangun oleh pihak sekolah. Lahannya terkena pelunasan sekolah tersebut. Namun pada saat pembangunan gedung itu ia tidak tahu karena tak ada pemberitahuan dari pihak-pihak sekolah. “Ndak ada pemberitahuan ke kami, karena saya tidak di sini (masih di Arab Saudi),”ujarnya. Â (her)

