spot_img
Senin, November 17, 2025
spot_img
BerandaPENDIDIKANMeski Ada Moratorium BPP, Ombudsman Masih Terima Laporan Dugaan Praktik Pungutan di...

Meski Ada Moratorium BPP, Ombudsman Masih Terima Laporan Dugaan Praktik Pungutan di SMA/SMK di NTB

Mataram (suarantb.com) – Meski Surat Edaran (SE) Gubernur tentang Moratorium Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP) sudah terbit, dugaan praktik pungutan di sejumlah sekolah di NTB masih saja terjadi.

Laporan dari masyarakat terkait dugaan praktik pungutan masih terus bergulir di Ombudsman Perwakilan NTB beberapa hari terakhir.

Kepala Keasistenan Bidang Pemeriksaan Laporan, Ombudsman NTB, Arya Wiguna menyampaikan, praktik pungutan berbungkus sumbangan masih terjadi di sejumlah sekolah di NTB. Berdasarkan laporan yang diterima, dugaan praktik maladministrasi itu terjadi di satuan pendidikan jenjang SMA dan SMK.

“Sumbangan yang ditetapkan jumlahnya, yang seharusnya sukarela tidak ditentukan jumlahnya, tapi dalam praktiknya kita menerima laporan praktiknya pungutan,” ujar Arya, Rabu (15/10/2025).

Ombudsman terus melakukan pemantauan terhadap sekolah berdasarkan laporan masyarakat. “Masih ada laporan itu dan beberapa sedang dalam proses penanganan di kita. Bahkan, ketika turun kita minta untuk diperbaiki mekanisme-nya untuk merujuk di Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016,” tegasnya.

Arya menyebut, sejauh ini pihaknya sudah menerima 35 laporan masyarakat terkait dugaan praktik pungutan. Jumlah ini terbilang meningkat dari jumlah laporan sebelumnya dan tersebar hampir di seluruh kabupaten di NTB.

“Yang jelas meningkat di Kabupaten Lombok Utara ada, di Mataram ada, kemudian di Lombok Timur ada, bahkan ada yang baru masuk juga ada yang konsultasi,” bebernya.

Ada Perbedaan Tafsir

Arya menerangkan, perbedaan penafsiran tentang mekanisme sumbangan menjadi alasan praktik pungutan masih terjadi. Menurutnya, ketiadaan panduan tentang tata cara pelaksanaan sumbangan membuat sejumlah satuan pendidikan bebas tafsir terhadap pelaksanaan sumbangan di sekolah.

“Tidak ada panduan dari Dinas Pendidikan (Dikbud) hingga penerapannya sekolah ini menafsirkan sendiri-sendiri, komite menafsirkan masing-masing praktiknya,” tutur Arya.

Arya menekankan perlunya pengawasan serta pemantauan oleh pihak terkait seperti Dikbud NTB dan Inspektorat terhadap pelaksanaan sumbangan di sekolah.

Aspek pemantauan itu juga sudah tertera di SE Gubernur NTB tentang penundaan BPP di sekolah. Pada Nomor 1 poin C, Kepala Dikbud diminta untuk memantau, menyosialisasikan, serta mengevaluasi SE Gubernur itu.

“Itulah yang harus dikawal sesuai dengan SE Gubernur itu kan ada di situ poin-poin yang menyebut pengawasan oleh inspektorat, sosialisasi seharusnya bagaimana Dikbud untuk memberikan pemahaman sesuai dengan apa yang menjadi pengertian sumbangan itu,” tekannya.

Pemahaman terhadap definisi sumbangan menurut Arya sangat penting. Pasalnya, sumbangan seringkali disalahartikan sehingga menjurus ke pungutan.

Menurut Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 kriteria sumbangan adalah tidak ditentukan nominal, waktu, dan bentuk sumbangannya.

Saat ini, Ombudsman NTB terus berupaya untuk menangani serta memproses laporan yang masuk. “Bisa jadi kemungkinan kami juga akan koordinasi atau komunikasi di tingkat provinsi,” tandasnya.

Sebelumnya, Kabid Pembinaan SMK, Dikbud NTB, Supriadi pada Minggu, (28/9/2025) mengatakan, Dinas telah mengumpulkan seluruh kepala sekolah dan seluruh pihak terkait untuk membahas skema tersebut.

“Kita sudah nge-zoom bersama komite, bersama dewan pendidikan, kepala sekolah. Kemarin sudah kita sosialisasi, bersama pengawas juga. Jadi sekarang tidak pertanyaan (soal BPP),” jelasnya.

Supriadi menekankan, bahwa untuk membantu biaya penyelenggaraan pendidikan oleh wali murid hanya bisa dilakukan dengan skema sumbangan. Ia juga menegaskan, agar komite tetap menerapkan mekanisme sumbangan bukan pungutan.

“Yang jelas mereka itu (komite) tidak boleh melakukan pungutan. Yang boleh itu sumbangan atau penggalangan dana,” pungkasnya. (sib)

IKLAN








RELATED ARTICLES
- Advertisment -






VIDEO