spot_img
Rabu, November 12, 2025
spot_img
BerandaNTBMoratorium BPP, SMA/SMK di NTB Kesulitan Gaji Honorer

Moratorium BPP, SMA/SMK di NTB Kesulitan Gaji Honorer

Mataram (Suara NTB) – Terbitnya Surat Edaran (SE) Gubernur bernomor: 100.3.4/7795/Dikbud/2025 tentang Moratorium Pemungutan BPP pada Rabu, 17 September 2025 telah mengubah kebiasaan lama sekolah yang memungut iuran kepada wali siswa untuk pembiayaan pendidikan dan gaji honorer di sekolah.

Kini, sekolah “diharamkan” memungut uang secara paksa, tapi meminta sumbangan dengan sukarela melalui komite. Meski skema ini meringankan beban orang tua siswa, kebijakan ini justru memberatkan sekolah.

Setiap sekolah pastinya sudah menentukan program untuk meningkatkan mutu pendidikan berikut anggaran yang dibutuhkan. Pemenuhan anggaran program sekolah itu biasanya menggunakan dana BPP, sebab suntikan Biaya Operasional Sekolah (BOS) tidak sanggup menutupi.

Namun, kebijakan penundaan BPP yang kemudian hanya “menghalalkan” skema sumbangan memaksa sekolah “tepuk jidat”. Pasalnya, anggaran yang didapatkan dari sumbangan tak dapat dipastikan nominalnya.

Dampaknya, tak sedikit program sekolah terbengkalai. Itu juga berarti peningkatan mutu pendidikan yang menjadi tujuan program diadakan ikut terabaikan.

Tak sedikit kepala sekolah yang mengeluhkan keadaan ini. Salah satunya, Kepala SMAN 8 Mataram, Sunoto. Melalui sambungan telepon, ia tak memungkiri bahwa imbas penundaan BPP menyulitkan sekolah untuk memenuhi anggaran program sekolah.

“Iya pastilah kalau itu. Karena kan banyak kegiatan yang memang oleh aturan tidak mungkin dibiayai oleh dana BOS,” katanya, Rabu, 15 Oktober 2025.

Ia menyebut, anggaran BOS memang ada, tapi peruntukkannya tidak bisa sembarang. Sebab sudah diatur di Permendikdasmen Nomor 8 Tahun 2025 Tentang Juknis Pengelolaan Dana BOS Pendidikan.

“Di luar dari pada itu harus ada dana BPP itu yang untuk melengkapi BOS, bukan karena tidak ada uangnya saja. Kalaupun ada uang dana BOS itu peruntukkannya sudah keruan, tidak bisa diotak-atik sesuai dengan Juknisnya,” jelas Sunoto.

Dengan demikian, beberapa program ekstrakurikuler sekolah tidak semua bisa dieksekusi. Karena ketidakpastian anggaran yang didapat dari sumbangan. “Kegiatan seperti lomba-lomba banyak sekali. Kalau tidak kita penuhi, kan itu upaya untuk meningkatkan kadar potensi siswa. Jadi serba susah,” ungkapnya.

Tak hanya program, gaji tugas tambahan Wakasek, pembina, wali kelas yang biasanya menggunakan dana BPP terpaksa harus dikorbankan.  “Kalau ada uang dibayar, kalau tidak ada uang ya sabar. Kan tidak bisa diambil dari tempat lain,” ujarnya.

Kepala SMKN 1 Mataram, H. Ruslan. Melalui sambungan telepon ia mengatakan, bagaimanapun pihaknya akan menerima kebijakan ini dengan lapang dada.

Namun, ia tak menampik kesulitan yang dihadapi sekolah imbas kebijakan penundaan BPP berikut penerapan skema sumbangan ini.

Skema sumbangan yang bersifat sukarela, tidak ada ketentuan nominal, dan batas waktu dinilai mempersulit realisasi program sekolah, khususnya ekstrakurikuler yang sebelumnya sudah ditetapkan.

“Nah di satu sisi sumbangan dengan definisi yang tadi itu kan sudah pasti tidak ada jaminannya. Untuk membantu menyelesaikan rencana-rencana sekolah dalam hal peningkatan mutu lebih-lebih kaitan dengan tugas tambahan baik itu ekstrakurikuler maupun pembinaan pembimbingan lainnya,” jelas Ruslan, Rabu, 15 Oktober 2025.

Selain itu, pemenuhan gaji tambahan bagi empat Wakasek, 11 pembina ekskul, 32 wali kelas serta gaji pokok empat guru honerer di SMKN 1 Mataram juga terdampak imbas skema ini.

Sementara itu, gaji tugas tambahan Wakasek sebesar Rp900 ribu per bulan. Lalu pembina Rp250 ribu, dan wali kelas Rp300 ribu. Kemudian gaji pokok guru honorer sebesar Rp1,4 juta per bulan.

Pemenuhan gaji mereka, kata Ruslan tidak diperbolehkan menggunakan dana BOS melainkan melalui dana BPP. Namun, dengan ditiadakannya pungutan, gaji tambahan untuk Wakasek, Pembina, Wali Kelas, dan gaji pokok honorer berpotensi molor.

“Bukan kemarin masih ada sisa. Dulu ketika kita melapor ke Dinas (Dikbud) ada sisa Rp50 juta di SMKN 1 Mataram. Itu yang direalisasikan (untuk) Juli-Agustus. Nah, September belum, Oktober belum,” ujarnya.

Mandeknya penggajian ini tentu membuat sejumlah tenaga pendidik “gigit jari”. Tak sedikit dari mereka mengeluhkan kondisi saat ini.

Junaidi, guru BK berstatus honorer di SMKN 1 Mataram mengaku bingung dengan kondisi penggajiannya pasca-moratorium BPP ini. “Agak sedikit bingung juga kita mau nyari di mana lagi (uang). Karena hitungannya kan pendapatan utama di sini (sekolah),” ujarnya, Kamis, 16 Oktober 2025.

Junaidi yang sudah berkeluarga menopang hidup anak dan istrinya dengan gaji honorer yang tak seberapa. Gaji senilai Rp1,4 juta itu juga yang memastikan api di dapurnya tetap menyala dan biaya sekolah anaknya.

“Jadinya setelah kebijakan yang ini memang bingung. Putar kepala kita sama istri. Karena pendapatan utamanya bisa dikatakan masih remang-remang,” keluhnya.

Ia bahkan sempat berpikir untuk mencari pekerjaan sampingan demi menutupi kebutuhan keluarga yang semakin mendesak. Sementara, kepastian ia mendapat gaji belum jelas.

“Takutnya nanti di bulan depan memang tidak ada sama sekali untuk bayar anak saya sekolah, tidak ada biaya kehidupan. Takut nanti anak saya sakit tiba-tiba, saya mau mengambil dari mana. Jadi apapun nanti pekerjaan di luar selagi itu masih halal akan saya lakukan,” ungkap Junaidi.

Ia berharap, kebijakan BPP segera dinormalisasikan, sehingga gajinya juga kembali seperti semula.

Harapan serupa juga disampaikan, Baiq Desi Susmalani, Guru PAI asal SMKN 1 Mataram. Ia berharap kebijakan BPP kembali normal, sehingga gaji tambahan juga tetap berjalan.

Desi menyampaikan, meski gaji tugas tambahan tak seberapa tapi dengan adanya gaji itu semangat untuk mengajar muncul. “Karena semangat kita bekerja dengan diberikan upah itu berbeda dengan tidak ada,” ujarnya.

Di sisi lain, Plt. Kepala Dikbud NTB, Lalu Hamdi, pada Kamis, 15 Oktober 2025 menjelaskan, alasan utama diterapkannya moratorium BPP adalah untuk memperkuat tata kelola dan sistem pungutan. Meningkatkan sumber daya manusia yang ada di sekolah.

Moratorium ini tidak akan mengganggu pelayanan pendidikan. Pemprov NTB telah menyiapkan langkah-langkah agar kegiatan operasional di sekolah tetap berjalan tanpa pungutan wajib dari siswa.

“Jadi, tidak perlu khawatir pelayanan terganggu. Kita sudah siapkan sumber daya, baik dari sisi jumlah maupun kualitas pengelola keuangan di sekolah,” katanya.

Mantan Kepala Biro Pemerintahan Setda NTB itu menjelaskan, sumbangan sekolah tidak dikelola langsung oleh sekolah. Melainkan oleh komite. Hasil dari sumbangan akan digunakan oleh sekolah untuk kegiatan yang diperlukan oleh masing-masing sekolah. “Jadi sumbangan ini tidak dikelola oleh sekolah. Tidak ada kaitannya dengan tenaga atau apapun di sekolah,” ucapnya. (sib)

IKLAN











RELATED ARTICLES
- Advertisment -






VIDEO