Mataram (Suara NTB) – Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri (Bakesbangpoldagri) Provinsi NTB menggelar kegiatan rapat dengar pendapat dengan sejumlah pihak untuk membahas maraknya fenomena porno aksi yang dikemas dalam bentuk kesenian di daerah.
Langkah ini menjadi bagian dari upaya pencegahan terhadap pelemahan moral dan kepribadian bangsa melalui jalur budaya dan seni pertunjukan. Sebagai respons, Kesbangpoldagri menginisiasi pertemuan lintas sektor dengan melibatkan tokoh agama, budayawan, aparat keamanan, dan lembaga adat untuk membahas langkah bersama dalam mencegah penyebaran praktik yang dinilai bertentangan dengan norma dan budaya lokal.
Kepala Bakesbangpoldagri NTB, Ruslan Abdul Gani menegaskan aksi bernuansa pornografi yang muncul di ruang publik tidak bisa lagi dipandang sebagai bentuk ekspresi seni. Menurutnya, hal tersebut justru merupakan gerakan sosial yang terencana dan berpotensi menjadi instrumen pelemahan karakter bangsa.
“Ini bukan kesenian, ini porno aksi. Sebuah gerakan sosial yang harus diwaspadai karena bisa jadi rekayasa yang secara sadar dibuat oleh kelompok tertentu untuk melemahkan kepribadian bangsa,” ujarnya, Senin, 27 Oktober 2025.
Ia menegaskan, pemerintah daerah tidak melarang aktivitas seni atau pertunjukan rakyat seperti kecimol dan ale-ale. Namun, yang menjadi perhatian adalah perilaku atau aksi tidak senonoh yang dilakukan segelintir pihak dengan dalih kesenian.
“Kita tidak berbicara tentang kecimol atau ale-ale, tapi tentang porno aksinya. Itu bukan bagian dari budaya, dan tidak bisa dibenarkan atas nama kesenian,” tegasnya.
Mantan Kepala Biro Hukum Setda NTB itu juga mengingatkan tindakan porno aksi bertentangan dengan Perda Nomor 16 Tahun 2021 tentang Pemajuan Kebudayaan, yang menegaskan pentingnya pelestarian nilai-nilai adat, moral, dan kearifan lokal. Karena itu, pihaknya mendorong seluruh pelaku seni, komunitas budaya, serta pemerintah daerah untuk menjunjung tinggi norma-norma tersebut dalam setiap kegiatan.
“Silakan berkesenian, silakan melestarikan budaya, tapi harus sesuai dengan adat istiadat dan kearifan lokal. Itu wajib dipatuhi,” katanya.
Menurutnya, maraknya porno aksi ini dapat menyebabkan bangsa terpecah belah. Untuk itu, perlu melestarikan kebudayaan sesuai dengan nilai asli budaya itu.
“Bukan untuk bagaimana memperkeruh, merusak dengan cara kedoknya seperti tadi. Boleh silahkan kita dengan dalih bahwa ekonomi dan sebagainya, tetapi bahwa harus sesuai dengan koridor-koridor hukum,” tutupnya.
Sekretaris Majelis Adat Sasak, Lalu Prima Wiraputra, menyatakan, jalur kesenian menjadi salah satu ruang paling mudah dimasuki oleh pengaruh negatif karena berinteraksi langsung dengan masyarakat. Untuk itu, pemerintah perlu memberdayakan semua tingkatan mulai dari provinsi hingga desa untuk memiliki keberanian dan kapasitas dalam mengambil langkah menangani porno aksi.
“Pemerintahan di lini terdepan perlu diberi empowering oleh struktur di atasnya agar mereka percaya diri bertindak. Semua aturan negara sebenarnya sudah memberi kewenangan yang sah, hanya kendala teknis di lapangan sering menghambat pelaksanaannya,” terangnya.
Dia melanjutkan, penting juga adanya dukungan pembinaan moral di tingkat akar rumput. Organisasi masyarakat seperti karang taruna, remaja masjid, lembaga adat desa, hingga badan keamanan desa dinilai cukup potensial menjadi garda depan untuk menangkal penyebaran nilai-nilai yang bertentangan dengan norma sosial dan agama.
“Yang dibutuhkan sekarang adalah dukungan. Siapa yang memberi arahan, amunisi, dan pembinaan kepada mereka? Semua pihak, baik kepolisian, pemerintah daerah, maupun aparat hukum, harus membackup agar mereka bisa berdaya,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa fenomena porno aksi memiliki dampak sosial yang tidak kalah berbahaya dibanding peredaran narkoba. Bedanya, pornografi menyusup secara halus dan kerap dianggap hal yang biasa, hingga akhirnya perilaku menyimpang tersebut dinormalisasi oleh masyarakat.
“Kalau narkoba jelas barangnya dan masyarakat cepat bereaksi. Tapi kalau porno aksi, masuknya halus sekali. Ada proses pengwajaran yang membuat orang menganggap hal itu biasa. Ini yang berbahaya,” katanya.
Di samping itu, Pembina Asosiasi Kecimol NTB, Lalu Bayu Windia menyatakan, maraknya aksi bernuansa porno dalam sejumlah pertunjukan seni, khususnya kesenian kecimol, harus disikapi dengan penertiban dan pembinaan, bukan pelarangan total.
Menurutnya, kesenian kecimol merupakan bagian dari kreasi budaya pop yang telah lama menjadi bagian dari tradisi hiburan masyarakat NTB sejak era 1980-an. Namun, belakangan muncul perilaku-perilaku tidak pantas dalam sejumlah pementasan yang menodai nilai seni dan moral masyarakat.
“Kesenian kecimol ini adalah salah satu seni kreasi pop culture. Bahwa ada yang masih porno aksi, itu yang harus ditertibkan. Selebihnya jangan dihapuskan,” ujarnya.
Ia menegaskan, yang perlu dilakukan pemerintah bukanlah menutup ruang bagi seniman atau pelaku budaya, melainkan menata dan memberikan pembinaan agar kegiatan seni berjalan sesuai norma dan kearifan lokal.
“Kalau istilah saya, kalau topinya kurang pas, jangan kepalanya yang dipangkas. Topinya yang disesuaikan,” lanjutnya.
Fenomena porno aksi yang sempat mencuat pada tahun-tahun sebelumnya, menurutnya, kembali muncul karena lemahnya pembinaan dan pengawasan di lapangan. Ia menyebut kondisi tersebut terjadi akibat minimnya kebijakan operasional dari pemerintah.
“Ini berulang karena tidak ada pembinaan. Zero policy dari pemerintah. Harusnya diatur, dirumuskan langkahnya. Regulasi sudah ada, tinggal dijalankan,” pungkasnya. (era/*)
DENGAR PENDAPAT:

