spot_img
Rabu, November 12, 2025
spot_img
BerandaHEADLINERealisasi Investasi Tertinggi di KSB

Realisasi Investasi Tertinggi di KSB

REALISASI investasi di NTB di triwulan III Tahun 2025 hampir menyentuh Rp49 triliun atau sekitar 80,18 persen dari target Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) yang mencapai Rp61,09 triliun.

Realisasi investasi tertinggi tercatat di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) dengan total Rp15,65 triliun, disusul oleh Kabupaten Lombok Tengah sebesar Rp2,36 triliun, dan Kabupaten Lombok Utara sebesar Rp489 miliar.

Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) NTB, Irnadi Kusuma menyatakan, sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih menjadi penyumbang terbesar dengan nilai investasi mencapai Rp 16,29 triliun.

Posisi kedua ditempati oleh sektor pariwisata dan ekonomi kreatif sebesar Rp1,26 triliun, diikuti sektor perindustrian sebesar Rp 955 miliar.

“Jika dihitung dari Periode Juli-September 2025, nilai investasi yang berhasil direalisasikan di Provinsi NTB mencapai Rp 20,17 triliun, menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan periode sebelumnya,” ujarnya, Kamis, 30 Oktober 2025.

Di samping itu, serapan tenaga kerja dari kegiatan investasi hingga September 2025 mencapai 4.686 tenaga kerja Indonesia (TKI) yang tersebar di berbagai sektor dan kabupaten/kota di NTB.

Selain itu, terdapat 230 tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja di NTB, terutama pada sektor-sektor yang membutuhkan keahlian teknis dan profesional khusus, dengan tetap mengikuti regulasi ketenagakerjaan yang berlaku.

“Kita terus memperkuat pelayanan perizinan berbasis OSS RBA, mendorong kemudahan berusaha, serta memperluas promosi potensi unggulan daerah. Harapannya, target investasi tahun 2025 sebesar Rp 61,09 triliun dapat tercapai bahkan terlampaui,” lanjutnya.

Meski investasi telah menyentuh 80 persen lebih, NTB mengalami sejumlah kendala dan percepatan investasi. Di antaranya yaitu status kawasan konservasi Gili Trawangan yang tak kunjung berubah menjadi Areal Penggunaan Lain (APL).

Selanjutnya adanya keterbatasan infrastruktur dasar seperti jalan, air bersih, dan listrik. Adanya tumpang tindih regulasi daerah. Kemudian gangguan sosial dan penguasaan lahan oleh oknum masyarakat, serta kepastian batas wilayah kabupaten/kota yang belum jelas. (era)

IKLAN











RELATED ARTICLES
- Advertisment -






VIDEO