GUBERNUR NTB, Dr.H.Lalu Muhamad Iqbal sedang menyiapkan skema khusus yang diatur dalam peraturan daerah (Perda) untuk memastikan bahwa berapapun uang yang keluar dari lokasi pertambangan rakyat harus kembali ke masyarakat yang berada di lokasi tersebut.
“Kita akan mencoba menerapkan seperti skema DBHCHT. Jadi misalnya ada 40 persen pemasukan dari situ (tambang rakyat) yang harus dialokasikan untuk masyarakat yang ada di daerah lingkar tambang apakah untuk sektor pendidikan ataupun yang lainnya,” kata Gubernur Iqbal, di Pendopo Bupati, Rabu, 29 Oktober 2025 malam.
Iqbal melanjutkan, selain untuk sektor pendidikan, dana tersebut juga akan diperuntukkan bagi sektor kesehatan termasuk membayar BPJS Ketenagakerjaan bagi yang bekerja. Hal itu perlu dilakukan jangan sampai ketika uang itu masuk sebagai dana bebas dikhawatirkan akan menjadi ‘’bancakan’’.
“’’Bancakan’’ inilah yang perlu kita hindari. Sehingga tidak memberikan manfaat apapun bagi masyarakat setempat dan juga daerah melainkan hanya alam yang rusak,’’ ucapnya.
Persoalan tambang rakyat ini tidak hanya terjadi di Sumbawa tetapi juga terjadi di Lombok seperti di Sekotong, Kabupaten Lombok Barat. Bahkan yang lebih mirisnya di Sekotong, sebagai daerah yang penuh dengan emas tetapi semua desa yang ada di lingkar tambang itu adalah desa dengan kemiskinan ekstrem.
“Dari 106 desa di Sekotong, hampir semua desa masuk dalam kategori miskin ekstrem. Jadi itu sangat ironis sekali kondisinya, itu seperti pedagang beras yang mati kelaparan. Jadi Sekotong ini memiliki banyak sumber daya alam, tetapi hidupnya tidak bisa keluar dari kemiskinan ekstrem,” ujarnya.
Kondisi pertambangan rakyat dulunya sangat memprihatinkan karena yang bekerja bukan masyarakat sekitar melainkan dari luar daerah. Bahkan ada juga orang yang bekerja di lokasi tersebut berasal dari negara lain sehingga masyarakat tidak merasakan dampak.
“Belajar dari kondisi tersebut kami mengusulkan WPR dengan harapan masyarakat di sekitar tambang bisa mengambil andil untuk mendapatkan manfaat,” jelasnya.
Ia melanjutkan, Pemprov NTB sudah mengusulkan sebanyak 60 blok wilayah pertambangan rakyat (WPR) dari jumlah tersebut yang sudah disetujui baru 16 blok. Namun di pengusulan WPR ini pemerintah provinsi memilih untuk tidak terlalu bereaksi karena hal ini merupakan sesuatu yang baru.
“Kami harus memastikan dulu niat kita dari awal memberikan izin pertambangan rakyat (IPR) untuk mengangkat harkat hidup secara sosial dan ekonomi masyarakat di lingkar tambang dan menyelamatkan lingkungan,” ucapnya.
Pemerintah pun harus memastikan ketika IPR ini diterbitkan dua harapan tersebut harus terpenuhi. Sehingga pemerintah memastikan akan menjadikan IPR Lantung II di Kabupaten Sumbawa sebagai pilot project termasuk bahan observasi untuk program pertambangan rakyat di NTB.
“Baru satu IPR yang dikeluarkan di Indonesia untuk emas yaitu di Lantung II di Sumbawa, inilah yang sekarang masih kita pelajari termasuk observasi dalam menyusun peraturan daerah nantinya,” timpalnya.
Sebelumnya mantan Bupati Sumbawa Drs. H. Mahmud Abdullah mengingatkan agar pemerintah provinsi bisa segera mengeluarkan izin untuk pertambangan rakyat. Sebab tanpa legalitas pun tambang itu tetap beroperasi sehingga kerusakan hutan akan tetap terjadi.
“Kondisi harus segera disikapi dengan baik dan bijaksana jangan biarkan berlarut karena kerusakan hutan akan terus terjadi. Sehingga percepatan terhadap IPR harus segera dilakukan agar kerusakan yang terjadi di minimalisir,” tukasnya. (ils)

