Selong (Suara NTB) – Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Kabupaten Lombok Timur (Lotim) mendorong program industrialisasi pakan ternak sebagai langkah strategis untuk mengubah pola pikir dan meningkatkan kesejahteraan peternak.
Kepala Disnakeswan Lotim, H. Masyhur, kepada Suara NTB di Kelompok Ternak Koak Bagik Manis Desa Kembang Kerang Daya, Selasa, 4 November 2025 menjelaskan program ini tidak hanya fokus pada produksi pakan. Tetapi juga mencakup aspek transportasi dan transparansi anggaran. Tujuannya adalah mengubah pola pikir peternak agar lebih maju dan mandiri.
“Kami ingin menciptakan pola pakan yang bagus dan mengajarkan pengolahannya kepada masyarakat. Dengan sarana yang diberikan, diharapkan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, utamanya bagi mereka yang menerima bantuan,” jelas Masyhur didampingi Sekretaris Disnakeswan Drh. Suryatman Wahyudi
Ia menekankan sosialisasi dilakukan secara langsung ke masyarakat. Selama ini, dinas sering dianggap hanya sebagai tempat meminta bantuan. Padahal, peran mereka adalah memfasilitasi program berkelanjutan dari pusat dan daerah.
“Bantuan tidak selalu berupa barang. Bisa melalui KUR di bank, atau bantuan teknologi untuk beralih dari cara tradisional ke modern,” tambahnya.
Salah satu fokus industrialisasi pakan adalah memanfaatkan rumput gajah secara optimal agar tidak terbuang dan menjadi lebih lunak, sehingga merangsang peternak untuk melakukan penggemukan ternak.
Pada tahun 2024, melalui DAK, Diskop Lotim telah memberikan bantuan mesin pakan kepada empat lokasi, yaitu Kelayu, Wanasaba, Pringgabaya, dan Kembang Kerang Daya. Diharapkan pada 2026 akan ada tambahan bantuan serupa.
Dengan jumlah kelompok ternak yang mencapai 1.500, Masyhur mengakui bahwa ketersediaan peralatan masih sangat terbatas. Kapasitas produksi juga bervariasi dan kontinuitasnya menjadi tantangan.
“Masalah transportasi pengetahuan butuh waktu panjang untuk diatasi. Ke depan, kami ingin peternak sedikit jumlahnya, tetapi lebih profesional. Saat ini, peternak masih banyak,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan visi untuk menjadikan Lotim sebagai sentra penggemukan, dimana sapi kurus dari Sumbawa dapat digemukkan di Lotim. Namun, hal ini membutuhkan regulasi, terutama terkait aturan karantina hewan yang melarang impor ternak dari daerah wabah penyakit. Kendala lain adalah terbatasnya lahan pakan dan masih dominannya sistem peternakan tradisional yang memerlukan pelatihan.
Amaq Murtini, Ketua Kelompok Ternak Koak Bagik Manis, membagikan pengalamannya membuat pakan pelet. Bahan-bahannya terdiri dari jagung, tumpi jagung, dedak padi, daun turi, lamtoro, gamal, dan ampas tahu yang dicampur dengan takaran tertentu.
“Dedak kami beli Rp 3.500 per kg, jagung Rp 6.000 per kg, dan ampas tahu Rp 5.000 untuk 10 kg dalam keadaan basah,” jelasnya.
Semua bahan dikeringkan terlebih dahulu, dengan ampas tahu berfungsi sebagai pelembab. Saat ini, kendala utama yang dihadapi adalah tidak adanya pengering atau lantai jemur yang memadai. Namun, hasilnya cukup
. “Kelebihan pakan ini tidak terlihat pada rasa kenyang sapi, tetapi bobotnya berbeda. Pakan ini meringankan kerja kami. Untuk empat ekor sapi, cukup sekali menyabit rumput per hari. Biasanya bisa tiga sampai empat kali, dan itu pun sering tidak cukup,” tutur Amaq Murtini.(rus)

