Mataram (Suara NTB) – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tengah mengajukan pendirian unit Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) khusus untuk pengiriman Benih Bening Lobster (BBL). Langkah ini dilakukan sebagai respons atas moratorium pelarangan ekspor BBL oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang berdampak langsung pada nelayan di daerah.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan) NTB, Muslim, menjelaskan bahwa kuota pengiriman BBL dari NTB ke enam unit usaha di luar negeri pada tahun 2025 mencapai 6,2 juta ekor. Namun, hingga kini daerah belum memperoleh manfaat ekonomi dari aktivitas pengiriman tersebut.
Menurut Muslim, sejak diberlakukannya moratorium ekspor BBL, pengiriman dari dua wilayah pengelolaan perikanan (WPP), yakni WPP 573 dan WPP 713 di Lombok dan Sumbawa sudah mencapai 4 juta ekor.
“Persoalannya sekarang lagi ada moratorium pelarangan pengiriman langsung oleh nelayan. Alasannya karena banyak pengiriman ilegal sehingga Kementerian Kelautan dan Perikanan menganggap tingkat pemasukan negara terbatas,” ujarnya pada Rabu, 5 November 2025.
Muslim menambahkan, berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 7 Tahun 2024, pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pengiriman BBL ke luar negeri. Akibatnya, Pemprov NTB tidak mendapatkan pemasukan dari kegiatan tersebut.
Untuk mengatasi hal ini, pihaknya mendorong pendirian unit pelayanan BLUD pengiriman BBL di NTB. Dengan adanya BLUD tersebut, proses ekspor dapat difasilitasi langsung dari daerah penghasil.
“Ya kita minta proses pelayanan BLUD itu kalau bisa buka unit di NTB sebagai daerah penghasil kan. Sehingga seluruh kebutuhan pengiriman ekspor BBL dilakukan di sekitar Bandara Lombok dan provinsi NTB memfasilitasi seluruh sarana dan prasarana dibutuhkan bahkan pelayanan perizinan satu atap,” katanya.
Ia menuturkan, moratorium ekspor membuat NTB tidak memperoleh nilai tambah apa pun dari pengiriman BBL yang dilakukan nelayan di berbagai wilayah, seperti Teluk Bumbang, Teluk Awang, Labangka Selatan, dan Lunyuk di Sumbawa.
“Jadi selama ini belum ada kita dapat nilai tambah dari pengiriman lobster. Kita dapat nol. Maka salah satu solusi saya sampaikan ke BPK RI, buka unit layanan di NTB,” ungkapnya.
Menurutnya, melalui BLUD, daerah berpeluang mendapatkan pendapatan dari kerja sama pemanfaatan aset daerah. Skema kerja sama dapat dilakukan dengan sistem joint venture antara pemerintah pusat dan pelaku usaha dari Vietnam, yang saat ini berjumlah enam perusahaan.
“Kalau ada BLUD daerah mendapatkan nilai tambah dari pola kerjasama pemanfaatan aset daerah. Kita bisa joint venture antara menteri sama pelaku usaha dari Vietnam ada 6 pelaku usaha,” lanjutnya.
Muslim juga mengusulkan agar BLUD pengiriman BBL di NTB dikelola melalui koperasi yang bisa bekerja sama dengan BLUD pengiriman ke Vietnam. Pendirian unit layanan ini tidak akan mengganggu fungsi pengiriman BBL yang saat ini berpusat di Jakarta.
“Kami dorong unit layanan dibuka di sini, seluruh fasilitas akan disiapkan oleh Pemda NTB,” katanya.
Muslim menambahkan, pengusaha membeli BBL dengan harga rata-rata Rp20.000 per ekor. Dengan total pengiriman mencapai 4 juta ekor, kontribusi BBL asal NTB terhadap pendapatan nasional bisa mencapai Rp800 miliar per tahun.
“Harga rata-rata Rp 20 ribu per ekor yang paling kecil. Yang paling murah Rp 8.800 per ekor kan,” pungasnya. (ndi/*)

