Selong (Suara NTB) –Dua tahun sebelum kemerdekaan, tepatnya 21 April 1943 NBDI didirikan oleh Maulana Syaikh Zainuddin Abdul Madjid dengan visi besar tentang kesetaraan gender. Saat itu , kesetaraan gender masih menjadi isu umum. Maulana Syaikh telah memprakarsai bahwa perempuan harus memiliki akses yang sama dalam pendidikan, sosial, dan dakwah dengan laki-laki. Demikian dikemukakan Ketua Umum Pengurus Besar NW, TGKH Lalu Zainuddin Atsani dalam acara Hultah ke 81 Madrasah NBDI di Anjani, Ahad 28 April 2024. Menurutnya, NBDI bukan sekadar institusi akademis, melainkan juga spiritual. Konsep revolusioner yang diimplementasikan, menggarisbawahi pentingnya peran perempuan dalam masyarakat.
“Pendidikan di NBDI tidak hanya mempersiapkan individu yang berilmu, tapi juga yang memiliki kepekaan sosial. NBDI menjadi manifestasi nyata dari perhatian terhadap perempuan,” tambahnya. Perempuan bukan hanya pilar dalam menjaga keberhasilan bangsa, namun juga motor penggerak kemajuan ekonomi dan pondasi sosial. TGKH. Lalu Zainuddin Atsani, menggarisbawahi pentingnya peran ibu dalam mendidik dan membentuk generasi penerus. Sebagai bagian dari NW, NBDI tidak hanya menjadi pusat pendidikan, tapi juga simbol perjuangan kesetaraan gender yang lebih luas. “Putri pendiri NW, Hj Ummuna Siti Raihanun Abdul Madjid disebut sebagai Pepadu, tanpa perjuangan Ummuna, tidak akan ada pondok pesantren NW. Ini adalah jasa yang nyata,” ucapnya.
Ketua Umum Muslimat NW, Hj. Lale Syifaun Nufus, mengatakan NBDI lahir sebagai cikal bakal kebangkitan perempuan Sasak dalam menghadapi tantangan zaman. Di balik keberadaannya, tersemat lima spirit yang menjadi pilar kekuatan bagi perempuan-perempuan hebat NBDI. Pertama, Spirit Ilahiyyah, memandang NBDI sebagai titik awal peradaban, sebuah tugas suci yang harus dipertahankan dengan sepenuh hati. Kedua, Spirit Kebangkitan, menegaskan pentingnya kesetiaan pada organisasi dan semangat belajar yang tak kenal lelah.
Ketiga, Spirit Kebangsaan, mengajarkan arti pentingnya ilmu dalam membangun bangsa, memandang setiap langkah sebagai perjalanan menuju kesempurnaan. Keempat, Spirit emansipatoris keperempuanan, menempatkan perempuan dalam posisi yang setara dengan laki-laki dalam perjuangan agama dan bangsa. Melalui pendidikan di NBDI, perempuan-perempuan Sasak tidak hanya menjadi ahli dalam bidang agama, tetapi juga terampil dalam hal-hal yang berkaitan dengan kepemimpinan dan kebangsaan. Itulah mengapa peringatan ulang tahun NBDI bukan sekadar memperingati masa lalu, tetapi juga menjadi momentum untuk terus menginspirasi dan mengorbitkan perempuan-perempuan hebat yang selalu siap berkontribusi dalam masyarakat.
Di balik keberhasilan NBDI, ada sosok penting yang patut diacungi jempol, yaitu Sang Ummuna Hajjah Siti Raehanun Zainuddin Abdul Madjid. Perjuangannya tidak hanya diakui di dalam negeri, tetapi juga diakui oleh para peneliti internasional sebagai sosok yang mampu memimpin organisasi Islam terbesar di luar Jawa. Dengan mengambil spirit perjuangan dari NBDI, para muslimat NW di seluruh Nusantara dan dunia diharapkan mampu mengemban tugas dengan penuh semangat dan dedikasi, menjadikan Madrasah Muallimat NW sebagai wadah yang membumikan nilai-nilai luhur yang ditanamkan oleh Maulanassyaikh TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid.
Sementara, Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Wathan (PGNW) H.Lale Yaquttanfis mengatakan NBDI merupakan implementasi Kesetaraan Gender. Maulana Syaikh mendirikan NWDI untuk laki-laki dan NBDI untuk perempuan. Menurutnya, hal tersebut sebagai cara maulana Syaikh mensejajarkan hak kaum perempuan untuk mendapat pendidikan, bahkan sebelum Indonesia merdeka beliau juga mendirikan perguruan tinggi bernama Ma’had Darul Quran Walhadist NW dengan khas seragam nyantrinya yang laki-laki menggunakan sarung atasan putih dan kopiah putih, sedangkan untuk wanita atasan putih jilbab putih dan bawahan kain batik.
Pendiri Nahdlatul Wathan telah melihat jauh ke masa depan khususnya terkait dengan pendidikan perempuan Indonesia, sehingga pendirinya Almagfurlahu Maulana Syeh mengimplementasi dari pikirannya dengan mendirikan madrasah khusus perempuan. Maulana Syakh juga membentuk badan otonom yang mengkader para perempuan agar mau belajar dan menjadi pengajar atau pendidik yakni Persatuan Guru NW (PGNW) dan Muslimat NW. (rus)