KEPALA Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi NTB Muhammad Taufieq Hidayat menegaskan bahwa mekanisme pengawasan pendistribusian pupuk akan ditingkatkan untuk mengatasi keterlambatan penyaluran dari perusahaan ke agen, pengecer hingga ke petani.
Hal tersebut disampaikan Taufieq Hidayat saat menerima konsultasi Komisi II DPRD Kabupaten Sumbawa mengenai pelaksanaan cadangan beras dan kuota pupuk bersubsidi untuk Kabupaten Sumbawa tahun 2025 Jumat, 7 Februari 2025 di Ruang Rapat Kepala Distanbun NTB.
Rombongan dari Komisi II DPRD Kabupaten Sumbawa yang terdiri dari 10 orang dipimpin oleh Sekretaris Komisi II, Zohran, melakukan pertemuan tersebut dengan Kepala Distanbun Provinsi NTB yang didampingi oleh Fungsional PSP.
Beberapa hal dibahas dalam pertemuan ini, antara lain terkait dengan serapan gabah, sistem pengadaan cadangan beras pemerintah, pupuk subsidi untuk Kabupaten Sumbawa, bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan), serta informasi program cetak sawah.
Pihak Komisi II menyampaikan beberapa pertanyaan terkait serapan gabah, termasuk apakah sudah ada formula yang tepat terkait pengadaan cadangan beras pemerintah. Selain itu, dewan juga mengungkapkan masalah terkait penundaan bantuan irigasi perpompaan yang diajukan oleh petani melalui Dinas Pertanian Kabupaten. Beberapa alasan penundaan tersebut menjadi perhatian serius, mengingat Sumbawa mendapatkan alokasi terbanyak dibandingkan dengan kabupaten lainnya.
Kadistanbun NTB Taufieq Hidayat menjelaskan bahwa pengadaan pupuk sering terlambat karena distribusi dari Pupuk Indonesia ke agen dan pengecer melalui berbagai tahapan. Ia menegaskan bahwa mekanisme pengawasan pendistribusian pupuk akan ditingkatkan untuk mengatasi keterlambatan ini.
“Mekanisme pengawasan pendistribusian pupuk akan ditingkatkan untuk mengatasi keterlambatan ini. Pemerintah juga telah memangkas regulasi distribusi pupuk subsidi dari PI ke petani, agar petani tidak lagi kesulitan dalam mendapatkan pupuk,” kata Taufieq Hidayat dalam keterangannya.
Selain itu, Kadistanbun NTB mengungkapkan bahwa pada tahun 2023, target produksi beras NTB adalah 1,4 juta ton, namun tercapai 1,54 juta ton. Meskipun surplus, pengelolaan cadangan beras masih menjadi masalah karena banyaknya hasil pertanian yang dibawa keluar daerah saat panen raya, sementara di musim kemarau NTB justru mendatangkan beras dari luar.
“Ini mengganggu ketahanan pangan daerah dan menyebabkan inflasi. Sehingga kami mengusulkan ke pihak Bulog yang mendapatkan fungsi penugasan dalam menyerap hasil petani agar mekanisme penyerapan dan pengelolaan stok beras dilakukan secara lebih terukur,” ujarnya.
Terkait program cetak sawah baru, Kadistanbun NTB menginformasikan bahwa program tersebut masih tertunda oleh pemerintah pusat, dengan fokus saat ini pada pengembangan cetak sawah pada lahan rawa.(ris)