Mataram (Suara NTB) – Jumlah rumah layak huni di Provinsi NTB sebanyak 67,7 persen, sementara sisanya masih masuk kategori rumah kumuh atau tak layak huni. Kemudian di 2025 ini estimasi rumah layak huni meningkat menjadi 70,35 persen berdasarkan kalkulasi Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) NTB.
Kepala Dinas Perkim Provinsi NTB Sadimin mengatakan, secara komulatif di tahun 2024 kemarin, jumlah rumah tak layak huni yang diintervensi sekitar 20 ribu unit rumah. Puluhan ribu rumah tersebut ditangani oleh banyak pihak seperti pengembang perumahan, Baznas hingga penanganan oleh Pemda Kabupaten/Kota. Adapun rumah tak layak huni yang ditangani oleh Disperkim NTB hanya 139 unit rumah.
Strategi yang dilakukan Disperkim NTB untuk mengatasi rumah tak layak huni ini yaitu dengan melakukan validasi data yang tersaji di Regsosek oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Setelah validasi data, akan dilakukan intervensi secara kolaboratif untuk mengurangi jumlah rumah tak layak huni tersebut.
“Jadi masih sekitar 30 persen kurang sedikit yang tak layak itu. Data itulah yang kita validasi lagi, karena data Regosek itu kan syaratnya belum masuk struktur. Sehingga nanti kita bentuk tim dari pemerintah provinsi, kabupaten dan dari Balai (Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan-red) sehingga datanya menjadi satu,” kata Sadimin kepada wartawan, Selasa, 11 Maret 2025.
Ia mengatakan, rumah tak layak huni di NTB sebanyak 500 ribu unit dari total 1,6 juta rumah yang tersebar di 10 kabupaten/kota di NTB. Jika dilihat dari sebarannya, rumah kumuh atau tak layak huni terbanyak ada di Lombok Timur lantaran kabupaten tersebut memiliki jumlah penduduk terpadat di NTB.
Sadimin menambahkan, pihaknya kini masih menunggu bentuk program tiga juta rumah yang diprogramkan oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP). Diharapkan program ini bisa menyelesaikan masalah kekurangan rumah serta rumah tak layak huni.
“Tahun 2025 katanya program tiga juta rumah, namun kan belum jelas juga seperti apa. Kemarin kita tanya pas kunjungan Komisi V itu kan masih belum jelas juga. Katanya termasuk juga yang dibangun masyarakat. Skemanya seperti apa kan belum jelas. Kita tunggu regulasi berikutnya,” kata Sadimin.
Terkait dengan program tiga juta rumah, pada tanggal 25 November 2024, sudah keluar Surat Keputusan (SK) bersama Menteru PU, Mendagri dan PKP terkait penghapusan dua ketentuan berdasarkan UU No 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD). Pertama yaitu Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk kepemilikan rumah pertama dengan kreteria tertentu yang ditetapkan oleh kepala daerah.
Selanjutnya pemerintah pusat akan membebaskan retribusi PBG atau Persetujuan Bangunan Gedung yang dulu disebut dengan istilah IMB. Serta waktu pengeluarakan izin PBG yang awalnya maksimal 28 hari diperpendek menjadi 10 hari saja.(ris)