Catatan: Agus Talino
KETIKA Penjabat Gubernur NTB, Drs. H. Lalu Gita Ariadi, M.Si dilantik Mendagri, Tito Karnavian di Kantor Kemendagri Jakarta, Selasa, 19 September 2023. Teman-teman dari Suara NTB meliput secara khusus untuk dipublikasikan di beberapa platform.
Di hotel. Tempat saya menginap. Dan di sebuah restoran di Jakarta. Saya bertemu dengan teman-teman dari NTB. Termasuk teman-teman yang secara khusus datang untuk menghadiri pelantikan Penjabat Gubernur NTB. Saya menangkap, banyak harapan yang diletakkan pada Penjabat Gubernur. Apalagi setelah Penjabat Gubernur menyebutkan akan menggunakan tagline “NTB Maju Melaju” dalam kepemimpinannya.
“Keberanian” Penjabat Gubernur menggunakan tagline “NTB Maju Melaju”. Tentu sudah melalui pertimbangan yang sangat matang. Persoalannya, waktu kepemimpinan Penjabat Gubernur sangat terbatas. Sampai pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih hasil Pilkada, 2024.
Pilihannya, Penjabat Gubernur harus punya cara yang benar-benar tepat dan jitu untuk bisa mewujudkan “NTB Maju Melaju”. Apalagi seperti yang disampaikan Tito Karnavian. Penjabat Gubernur tidak boleh membuat program strategis yang berbeda dengan pejabat lama. Kecuali seizin Mendagri. Artinya, untuk membuat program yang strategis. Yang berbeda dengan pejabat lama. Jalannya panjang. Padahal Penjabat Gubernur harus berkejaran dengan waktu untuk melaksanakannya. Masa jabatannya pendek.
Saya belum tahu ukuran dan bentuk “NTB Maju Melaju” yang dimaksud. Yang pasti tantangan NTB tidak ringan. Salah satunya, soal kesehatan fiskal. Harapannya, Penjabat Gubernur bisa membuat fiskal lebih sehat. Dan tidak ada lagi cerita. Khususnya, kontraktor kecil menanggung beban masalah. Karena Pemprov NTB tidak bisa membayar proyek yang sudah selesai dikerjakan.
*
Pemprov NTB beruntung. Penjabat Gubernurnya adalah Lalu Gita Ariadi. Alasannya, Penjabat Gubernur bukan orang baru di NTB. Sehingga tidak perlu menghabiskan banyak waktu untuk belajar dan memahami masalah yang dihadapi NTB. Artinya, Penjabat Gubernur bisa langsung tancap gas. Bisa langsung ngebut untuk mewujudkan cita-citanya sesuai dengan taglinenya “NTB Maju Melaju”.
Saya membaca di media. Ada beberapa yang memberi catatan kepada Penjabat Gubernur. Salah satunya, Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD NTB, H. Lalu Budi Suryata. Dia meminta, agar Penjabat Gubernur tidak asyik-asyik sendiri. Penjabat Gubernur diingatkan untuk memperkuat kolaborasi antar lembaga. Maksudnya mungkin, NTB itu tidak bisa dibangun sendiri Penjabat Gubernur. Perlu kerja sama. Tidak saja sebatas antar lembaga. Tetapi orang-orang yang membantu Penjabat Gubernur. Yang setiap saat berada di samping Penjabat Gubernur. Harus bisa saling menguatkan. Tidak boleh juga asyik-asyik sendiri seperti yang disampaikan, Lalu Budi. Maksudnya, dia “selesai” setelah mendapatkan jabatan. Tanpa bekerja keras. Tanpa ngapa-ngapain. Padahal kepercayaan yang diberikan. Tujuannya, agar bisa membantu Penjabat Gubernur untuk menghadirkan legacy. Untuk melahirkan karya-karya besar yang dicatat sejarah. Dan dikenang masyarakat NTB di kemudian hari. Sepanjang masa.
Persoalan yang dihadapi pemimpin bisa datang dari dirinya sendiri. Bisa juga datang dari lingkarannya. Godaan pemimpin itu besar. Sehingga jalan menuju cita-citanya bisa dihambatnya sendiri. Bisa juga dihambat oleh lingkaran, orang dekat dan orang kepercayaannya. Akibatnya, pemimpin bisa kesasar di tengah jalan. Dan tidak menemukan alamat dan tujuannya. Karena tergoda melakukan hal-hal yang tidak penting dalam kepemimpinannya. Keliru mengambil keputusan. Dan kekeliruan dalam mengambil keputusan itu. Dampaknya luas. Pengaruhnya besar. Apalagi keputusan setingkat Penjabat Gubernur dengan segala kewenangannya.
Sesungguhnya, pemimpin itu tahu yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Tetapi karena alasan tertentu. Kepentingan tertentu. Pemimpin bisa “nekat” melakukan kesalahan. Yang seperti ini. Yang tidak boleh terjadi. Pemimpin harus benar-benar cermat untuk tidak melakukan kesalahan. Apa pun bentuk godaannya.
Jabatan Penjabat Gubernur dan Gubernur definitif itu berbeda. Yang mejadi catatan saya bukan soal kewenangannya. Tetapi soal “orang yang berkeringat”. Penjabat Gubernur tidak perlu berhadapan dengan kepentingan orang yang merasa membatu dalam mengambil keputusan. Tidak perlu “sakit kepala” memikirkan kepentingan tim sukses. Apalagi jika ada tim sukses yang merasa dirinya paling banyak “keringatnya mengucur”. Paling capek dan paling banyak berkorban. Sehingga menuntut balasan yang besar. Yang sesungguhnya melampaui yang dilakukan. Artinya, yang dilakukan kecil. Yang diminta besar. Dan yang repot itu. Jika kepentingannya berpotensi menjadi penyimpangan. Itu berat.
Penjabat Gubernur lebih ringkas pertimbangannya dalam mengambil keputusan. Karena dalam mengambil keputusan tidak banyak yang mempengaruhi. Apalagi yang menekan-nekan.
Masa jabatan Penjabat Gubernur bertepatan dengan tahun politik. Bisa saja kepentingan politik yang berkaitan dengan Pileg, misalnya muncul dan ada. Penjabat Gubernur bisa saja dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu. Misalnya, membantu dengan kewenangannya untuk memenangkan Pileg. Penjabat Gubernur harus hati-hati. Sebaiknya tidak usah menghabiskan energinya untuk mengurus kepentingan Pileg. Nanti, jalan menuju kesuksesannya sebagai Penjabat Gubernur bisa terganggu. Fokus saja bekerja untuk cita-cita besarnya. Mewujudkan “NTB Maju Melaju”. Dan Pastikan Pilpres, Pileg dan Pilkada berjalan lancar, aman dan kondusif.
*
Saya sangat setuju. Jika Penjabat Gubernur melakukan penataan birokrasi. Karena seperti yang dilansir media. Penjabat Gubernur segera melakukan mutasi. Karena mutasi bisa dilakukan seizin Mendagri.
Mempertimbangkan waktu kepemimpinan yang terbatas. Penjabat Gubernur perlu mempunyai mesin birokrasi yang benar-benar bisa diajak bekerja untuk menjadikan “NTB Maju Melaju”.
Sebagai orang yang lama di birokrasi NTB. Penjabat Gubernur pasti sangat mengenal teman-temannya yang bisa diajak bekerja. Sangat paham kapasitas dan kemampuannya untuk ditempatkan pada jabatan-jabatan tertentu. Ujiannya, adalah pada pertimbangan objektivitas. Artinya, ketika pertimbangannya tidak objektif. Maka, berat mimpi tentang “NTB Maju Melaju” bisa menjadi nyata. Terutama untuk mereka-mereka yang ditempatkan pada jabatan strategis. Seperti Penjabat Sekda. Apalagi Penjabat Sekda adalah Ketua TAPD yang perannya sangat penting. Terutama untuk memecahkan persoalan fiskal yang sedang dihadapi NTB.
Saya secara pribadi menunggu kejutan yang akan dilakukan Penjabat Gubernur. Termasuk dalam penataan birokrasi. Ada yang mengatakan. Salah satu sebab gagalnya seorang pemimpin. Karena keliru memilih pembantunya. Pilihan Penjabat Gubernur hanya dua. Tepat pilih pembantu. Berhasil. Keliru memilih pembantu. Gagal. Kita tunggu pilihannya. Dan semuanya akan menjadi catatan dan kenangan bagi kita. *