spot_img
Kamis, Oktober 10, 2024
spot_img
BerandaNTBPenggunaan DD, Kajati Akui Banyak Terima Laporan Dugaan Penyelewengan

Penggunaan DD, Kajati Akui Banyak Terima Laporan Dugaan Penyelewengan

Mataram (Suara NTB) – Kajati NTB, Nanang Ibrahim Soleh, SH mengungkapkan, pihaknya banyak menerima laporan dari masyarakat maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mengenai dugaan penyelewengan Dana Desa (DD) di NTB. Namun, setiap laporan yang masuk tidak asal terima. Pihaknya, akan memastikan kebenaran dari laporan yang diterima. Apalagi, banyak laporan yang masuk tidak melampirkan identitas yang jelas dan data yang dilaporkan tidak jelas.

Hal tersebut diungkapkan Nanang pada acara penandatanganan kerja sama Pemprov NTB dengan Kejaksaan Tinggi NTB tentang Sinergitas Pelaksanaan Tugas dan Fungsi melalui Program Jaga Desa, di Graha Bhakti Praja Kantor Gubernur NTB, Selasa (24/10). Kerja sama ditandatangani Penjabat (Pj) Gubernur NTB Drs. H. Lalu Gita Ariadi, M.Si., dan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTB Nanang Ibrahim Soleh, S.H., M.H.
Acara ini dihadiri Bupati/Walikota se NTB, pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemprov NTB dan sejumlah kepala desa di NTB.

Menurut Nanang, laporan akan diproses jika pelapor melampirkan identitas yang lengkap beserta data yang dilampirkan jelas. ‘’Kalau melampirkan identitas yang jelas seperti KTP beserta data akan saya proses. Tapi apabila hanya sebatas selembar kertas seperti ini. Ibaratnya Anda menyuruh saya berjalan di tengah hutan yang gelap,’’ ujarnya.

Karena itu Kajati mengingatkan agar seluruh kades dalam menggunakan DD sesuai dengan peruntukannya, apalagi anggaran yang diberikan cukup besar. Kajati juga meminta Walikota/Bupati melakukan pendampingan pada Kades dalam mempergunakan DD. Terlebih sekarang ini banyak mahasiswa yang sudah lulus dan bisa diberdayakan.

‘’Jadi untuk melakukan pendampingan, dalam hal ini untuk masalah administrasi dan keuangan itu dilibatkan. Karena apabila tidak diikutsertakan dan terus terang saja bisa habis anggaran, begitu silau ini. Bahkan rekan-rekan, ada SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) dari Polres, kepala desa biar semuanya tahu. Saya panggil Kajari, saya bilang pelajari dulu. Apa pendapatmu? Saya bilang, panggil dan kembalikan ke Inspektorat.Kecuali apabila sudah 2-3 kali diberitahu,’’ ujarnya.

Kajati yang sebentar lagi akan dipromosi menduduki posisi di Kejaksaan Agung ini meminta stafnya di Bagian Intelijen untuk melakukan mediasi di Balai Mediasi. Menurutnya, ketika ada persoalan seperti ini, aparat Kejaksaan bisa diberdayakan dan dilakukan mediasi. Sehingga dalam penggunaan DD, Kades memiliki pendamping dan tidak salah dalam menggunakan DD.

Kajati mencontohkan proses pembangunan jalan nasional oleh Balai Jalan di Kabupaten Lombok Utara yang sempat terhambat. Menurutnya, saat rencana pembangunan jalan nasional terhambat dengan banyaknya tiang listrik yang mesti dipindahkan. Saat seperti ini, pihaknya memanggil pihak PLN dan menanyakan mengenai rencana pemindahan tiang listrik yang mencapai 135 tiang.

‘’ Saya panggil Kepala PLN, saya undang. Saya bilang bisa enggak dipindah? Oh bisa Pak. Bisa, masih ada tapinya. Ini ada kabel-kabelnya Telkom. Saya panggil Balai Jalan, PLN, Telkom, saya undang. Saya bilang bisa nggak dipindahkan semua? Bisa Pak. Berapa lama? Sebulan,’’ katanya.

Begitu juga pada proyek lainnya, termasuk pada pembangunan bendungan yang sebelumnya melibatkan masyarakat sekitarnya mengalami deviasi. Namun, setelah berkonsultasi dengan pihaknya dan menyarankan menggunakan tenaga terampil dan profesional, dalam jangka waktu yang sudah ditentukan bisa diselesaikan sesuai perencanaan.

Untuk itu, Kajati mengharapkan semua pihak memanfaatkan aparatur Kejaksaan saat mengerjakan proyek di lapangan, sehingga sesuai dengan target perencanaan.
Pemerintah pusat telah mengucurkan DD bagi desa di seluruh Indonesia. Besaran DD yang dialokasikan pemerintah pusat tergantung jumlah penduduk maupun luas wilayah di desa tersebut. Dalam mengawasi penggunaan DD ini, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi telah menandatangani kerja sama dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) dan ditindaklanjuti di daerah. Salah satunya adalah dengan Program Jaga Desa (Jaksa Garda Desa).

Ingatkan Anggota DPRD
Pada kesempatan ini, Kajati juga mengingatkan anggota DPRD yang menitip anggaran dana aspirasi di OPD-OPD tidak melakukan pemotongan anggaran di depan. Pihaknya katanya, intens melakukan pengawasan penggunaan dana aspirasi DPRD yang dititipkan lewat OPD-OPD.

‘’Itu kan untuk wargamu juga ya kan, untuk wargamu. Sudahlah biar desamu bagus, enggak usah dipotong,’’ ujarnya mengingatkan.
Pada kesempatan ini, ungkapnya, dirinya ingin berbicara panjang dengan pimpinan DPRD NTB, tapi tidak ada datang memenuhi undangan. Namun, agar pelaksanaan program berjalan lancar, pihaknya mengharapkan OPD dan desa melibatkan Asisten Intelijen agar pelaksanaan proyek berjalan. ‘’Budayakan fungsikan itu ada As Intel ada, setuju semua, biar kita jalan, yang kerja merasa tenang, jadi nyaman, jadi enggak jantungan, karena kalau orang dipanggil sudah dipanggil sudah cenut-cenut,’’ tegasnya.

Hal senada disampaikan Pj Gubernur NTB H. Lalu Gita Ariadi. Menurutnya, no point of return, tidak ada kata mundur, jika kegiatan ini adalah sesuatu yang penting dan perlu disukseskan bersama. Pihaknya berharap penandatanganan kerja sama antara Pemprov NTB dengan Kejati ini diharapkan ditindaklanjuti pada level kabupaten/kota, sehingga apa yang diharapkan bisa tercapai.

‘’Sekarang berbagai program-program pemerintah tertumpuk di desa, demikian banyak kompleks dan seriusnya dukungan pemerintah pengalokasian anggaran berhadapan dengan kondisi daya dukung penyelenggaraan pemerintahan di desa yang menghadapi beberapa kendala keterbatasan SDM mekanisme koordinasi dan lain sebagainya. Sehingga dalam proses pelaksanaannya terkadang menimbulkan administrasi atau mungkin ada mens rea, sehingga akhirnya berhadapan dengan proses hukum,’’ ujarnya.

Untuk itu, restoratif justice dan lain sebagainya adalah upaya-upaya pemerintah menghadirkan pemerintahan yang bersih, bahkan, Pemprov NTB sudah memiliki Perda Nomor 9 2018 yang menghadirkan lembaga Balai Mediasi untuk membantu masyarakat yang menghadapi permasalahan hukum. Dalam arti, ketika ada permasalahan hukum diupayakan untuk tidak harus terselesaikan di lembaga-lembaga hukum formal, tetapi diawali dengan proses mediasi upaya pemulihan dan penyelesaian secara tuntas.

Di Pulau Lombok, ungkapnya, rata-rata di kabupaten/kota sudah terbentuk dan sudah ada Balai Mediasi. Begitu juga di Pulau Sumbawa semua sudah memiliki Perda, tetapi aktivitasnya masih perlu ditingkatkan dan diberikan dukungan. Pihaknya mengharapkan bupati/walikota memberikan dukungan agar Balai Mediasi dapat diberdayakan dengan sebaik-baiknya, terutama dengan kehadiran program Jaga Desa ini.

‘’Alhamdulillah bagi kami, ini gayung bersambut. Kebetulan kami akan mencanangkan nanti pada tanggal 27 Oktober 2023 ini sebuah gerakan Jumat Salam. Jumat Salam, arti konotatifnya adalah sebuah akronim dari Jumpai Masyarakat Selesaikan Aneka Persoalan Masyarakat. Arti denotatif sesungguhnya adalah pada hari Jumat, kami Pemprov beserta mitra-mitra strategis kementerian/lembaga instansi vertikal yang ada di daerah, termasuk BUMN menyambangi 1.166 desa kelurahan yang ada di NTB. 47 OPD beserta mitra-mitra strategis yang akan diundang oleh masing-masing OPD,’’ terangnya.

Pihaknya memberikan apresiasi penghargaan dan terima kasih pada Kajati atas inisiasi kegiatan Jaga Desa, sehingga apa yang diprogramkan bisa berjalan dengan lancar dan baik. ‘’Mudah-mudahan kegiatan ini ditindaklanjuti di level kabupaten/kota, sehingga Jaga Desa benar-benar terimplementasi baik sebagaimana hajatan yang diharapkan,’’ harapnya.
Sementara itu Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa dan Kependudukan Catatan Sipil, Ahmad Nur Aulia mengatakan, di tahun 2023 dari 1021 desa, 208 desa mendapat tambahan anggaran, karena prestasi dalam pengelolaan anggaran desa.

“Salah satunya Desa Kumbang, Kabupaten Lombok Timur sebagai desa antikorupsi bersama sembilan desa lainnya se Indonesia dari 70.000 an desa.
Menurutnya, sejak 2021 tak ada lagi desa berstatus sangat tertinggal di NTB dan mulai 2018 lalu jumlah desa mandiri menjadi 252 desa. Hal ini berkaitan dengan geliat ekonomi desa melalui Badan Usaha Milik Desa.

Namun demikian, lanjut Aulia masih terjadi temuan temuan yang menjadi objek pemeriksaan, sehingga peran aparat hukum seperti kejaksaan tinggi diperlukan untuk membangun kesadaran hukum masyarakat dan pemerintah desa dalam pendampingan dan koordinasi. (ham)

IKLAN

spot_img
RELATED ARTICLES
- Advertisment -


VIDEO