Sumbawa Besar (Suara NTB)- Penyidik Kejaksaan Negeri Sumbawa, kembali memeriksa delapan pejabat RSUD dalam penanganan lanjutan dugaan korupsi pengelolaan anggaran Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tahun 2023 pasca ditingkatkan ke tahap penyidikan.
“Jadi, kedelapan saksi yang kita periksa kemarin merupakan pejabat RSUD Sumbawa, kita juga akan kembali memanggil rekanan yang sebelumnya telah kita lakukan klarifikasi,” kata Kasi Intelejen Kejari Sumbawa, Zanuar Irkham, kepada Suara NTB, Jumat 28 juni 2024
Zanuar melanjutkan, kedelapan pejabat tersebut yakni H.Hermansyah Kabag TU, Hidayat Syarif selaku bendahara barang. Selain itu, Iin Susilawati selaku bendahara, Zaenuri selaku staf, Lalu Kusnadi pejabat pengadaan barang dan jasa, Nurkomala kasubag keuangan dan Fachrul Rahman.Kita juga memanggil Direktur RSUD dr. Nieta Ariani, namun yang bersangkutan beserta tiga pejabat lainnya tidak bisa memenuhi panggilan jaksa karena tugas Dinas,” sebutnya.Selain pejabat RSUD lanjut Zanuar, hari ini (kemarin, red) pihaknya juga memeriksa enam penyedia barang dan jasa. Mereka yakni CV buroq, CV arhenas, CV Tiu Balon Niat, CV Syaifa Abadi, Cv Zaki anitia dan Cv Panji Abdi.
“Yang baru memenuhi pemanggilan untuk diperiksa baru CV Buroq, sementara untuk CV lainnya kita juga akan lakukan pemanggilan lanjutan,” ujarnya.
Zanuar pun meyakinkan, peningkatan status terhadap kasus tersebut dilakukan setelah penyidik mengantongi bukti permulaan adanya perbuatan melawan hukum (PMH). Salah satunya yakni temuan LHP sebesar Rp1,08 miliar tidak kunjung dipulihkan.
“Jadi, bukti permulaan PMH nya demikian, tetapi kami masih akan terus mendalami dengan pemeriksaan saksi,” ucapnya.
Disinggung terkait potensi calon tersangka di kasus itu, dia enggan memberikan informasi lebih lanjut, karena masih di tahap penyidikan awal. Pihaknya juga akan segera berkoordinasi dengan auditor untuk menghitung kerugian keuangan negara di kasus itu.
“Kalau untuk calon tersangka bisa lebih dari satu orang, tetapi untuk saat ini kita masih perkuat alat bukti terlebih dahulu,” timpalnya.
Pengusutan terhadap kasus tersebut, berkaitan dengan hasil LHP BPK-RI tahun 2022 lalu. Dimana ditemukan adanya kelebihan pembayaran yang dilakukan oleh pejabat pembuat komitmen (PPK) terhadap belasan rekanan penyedia (kontraktor) di pelaksanaan sejumlah kegiatan.”Sesuai dengan LHP BPK-RI merekomendasikan agar dapat dikembalikan oleh penyedia jasa bersama PPK,” ucapnya.Kelebihan pembayaran itu ditemukan pada pekerjaan pembangunan pagar, paving block dan rehabilitasi ruang rawat. Selain itu ada anggaran makan minum di RSUD Sumbawa yang masuk dalam item temuan BPK-RI.
“Sesuai hasi kajian dan telaah, kita menemukan adanya potensi kerugian negara tinggal kita lakukan pendalaman lebih lanjut,” tukasnya.
Berdasarkan data yang dihimpun Suara NTB, di hasil audit kepatuhan tahun 2022 dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ditemukan dugaan penyimpangan anggaran senilai Rp1,087 miliar. Masalah ini juga menjadi fakta persidangan dengan terdakwa dr. Dede Hasan Basri di kasus suap dan gratifikasi.
Bahkan di LHP BPK juga sudah jelas yang bertanggung jawab atas munculnya kerugian negara itu adalah Direktur RSUD. Kerugian negara tersebut muncul dari adanya kelebihan pembayaran yang dilakukan PPK ke sejumlah rekanan. (ils)