spot_img
Jumat, Juni 13, 2025
spot_img
BerandaNTBAncaman Kekeringan, TMC Bisa Dijadikan Solusi

Ancaman Kekeringan, TMC Bisa Dijadikan Solusi

Mataram (Suara NTB) – Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sudah mengingatkan pemerintah daerah di seluruh NTB terkait zona merah atau tingkat hujan sudah mulai berkurang/ tidak ada lagi dalam beberapa bulan ke depan. Antisipasi perlu dilakukan, sehingga tidak menimbulkan dampak, seperti kekeringan hingga ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla). 

Melihat ancaman kekeringan dan potensi minimnya hujan turun di sejumlah wilayah di NTB, penggunaan teknologi diperlukan. Menurut Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi NTB Ahmad Yani, salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). 

‘’Daerah ini ditetapkan sebagai zona merah, karena di wilayah ini tingkat hujan sudah mulai berkurang, bahkan sudah tidak ada lagi. Seperti awan sudah mulai tidak memberikan tanda-tanda akan adanya hujan. Maka ada keinginan kita melalui rapat ini bersama TNI/Polri, BMKG melakukan TMC (Teknologi Modifikasi Cuaca),’’ ujarnya saat ditemui usai pembukaan Rapat Koordinasi (Rakor) Siaga Darurat Bencana Alam Kekeringan  dan Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi NTB Tahun 2024 di Graha Bhakti Praja Kantor Gubernur NTB, Kamis 13 juni 2024. 

Menurutnya, jika dilakukan TMC akan bisa ada hujan buatan untuk mengisi cekdam, bendungan dan lain lahan pertanian yang membutuhkan pengairan, sehingga masyarakat tidak kekurangan air. Di NTB, pernah dilakukan TMC sudah pernah dilakukan saat MotoGP di Sirkuit Mandalika, Kabupaten Lombok Tengah beberapa waktu lalu. 

Namun, sekarang ini, ungkapnya, upaya melakukan TMC di NTB belum bisa dilakukan, karena membutuhkan biaya besar. ‘’Saat ini TMC baru dilakukan di Pulau Jawa. Tapi untuk kegiatan di NTB, mudah-mudahan dengan kondisi yang ada ini, kita bisa lakukan TMC. Untuk melakukan TMC butuh biaya besar, karena pelaksanaannya menggunakan pesawat,’’ terangnya. 

Sementara jika ingin tetap melakukan TMC, karena kondisi kekeringan cukup parah, maka pihaknya harus berkoordinasi dengan  BNPB, Basarnas, TNI AU dan AD. Dari koordinasi ini, ujarnya, apakah diperlukan atau tidak melakukan TMC dan rincian biaya yang diperlukan dalam melakukan TMC. 

Terkait rakor, pihaknya berharap seluruh unsur pemerintahan sampai tingkat kabupaten/kota satu pemikiran dalam mengendalikan kebencanaan. Menurutnya, kebencanaan ini tidak bisa diprediksi kapan akan terjadi, sehingga rakor kekeringan dan karhutla harus dilakukan, karena sudah masuk musim kekeringan. 

‘’Pada musim kering tentu kita berbicara bagaimana kemampuan pemerintah untuk melakukan suplai air bersih masyarakat, kemudian mengendalikan kebakaran hutan dan lahan bersama stakeholder lainnya seperti LHK, TNI dan polri, sehingga kita di sini bertujuan untuk melakukan koordinasi bersama mengurangi tingkat risiko daripada kebencanaan,’’ tambahnya. 

Terkait prediksi BMKG ada delapan kabupaten kota yang masuk dalam zona merah. Artinya kekeringan itu sangat tinggi. Pengendalian inilah perlu BMKG memberikan sebuah peringatan. Untuk itu, siap siaga dan deteksi dini dilakukan dengan berkoordinasi terkait dengan kebencanaan tersebut.

‘’Contoh Kota Bima, Kabupaten Bima, Sumbawa, Kabupaten Sumbawa Barat, Lombok Timur, Lombok Barat dan Lombok Tengah ini masuk dalam kategori yang disampaikan BMKG bahwa pemetaan terkait kebencanaan akan meningkat. Kita tunggu nanti resume BMKG di awal Juli terkait dengan kondisi alam yang ada di Provinsi NTB,’’ ujarnya. 

Kepala BPBD Provinsi NTB Ibnu Salim, S.H., MSi., dalam sambutan pembukaannya, mengingatkan, agar semua pihak harus tetap siaga dalam mengantisipasi berbagai dampak kekeringan yang bisa terjadi.

‘’Sekarang musim penghujan sudah mulai reda akan masuk ke musim kering, maka yang biasa terjadi itu adalah kekeringan, kebakaran hutan dan lahan. Jadi rapat koordinasi ini bukan hanya sekedar kita rapat-rapat biasa membicarakan sebuah rutinitas,’’ ujar Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi NTB ini.

Semua pihak memiliki komitmen dalam melaksanakan tugas dan fungsi secara maksimal demi menyelamatkan masyarakat yang sedang mengalami bencana. ‘’Kita saling mengingatkan apa-apa yang harus kita lakukan dalam mengantisipasi kekeringan kebakaran hutan dan lahan. Bukan hanya sekedar kita bicara-bicara di sini lalu kita kembali enggak ada tidak lanjutnya,’’ tambahnya. 

Pihaknya juga mengingatkan agar dana tanggap darurat dalam menghadapi bencana di kabupaten/kota, sehingga saat bencana terjadi bisa dilakukan ditangani. Diakuinya, dana tanggap darurat di kabupaten/kota cukup kecil, sehingga harus dibackup dari pemerintah pusat. bahkan, jika tidak bisa ditangani oleh pemerintah provinsi harus mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat. 

‘’Dana tanggap darurat tergantung dari ekskalasi yang terjadi. Kan setiap bencana selalu dapat dihitung kerugian yang ditimbulkan oleh bencana itu sendiri. Dari situ berangkat menyusun perencanaannya, sehingga nanti tidak kekurangan dalam penanganannya,’’ terangnya. (ham) 

RELATED ARTICLES
- Advertisment -









VIDEO