Mataram (Suara NTB) – Pemprov NTB kembali mengikuti Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi yang berlangsung secara hibrida dari Gedung Sasana Bhakti Praja Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Jakarta, Senin, 9 September 2024. Rapat dipimpin oleh Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Restu Adi Daud, didampingi narasumber dari Kementerian/Lembaga terkait dan dihadiri seluruh kepala daerah se-Indonesia secara virtual melalui zoom meeting.
Sementara, Pj Gubernur NTB Hassanudin diwakili oleh Kepala Biro Perekonomian Setda NTB H. Wirajaya Kusuma, MH dan diikuti oleh sejumlah staf dari OPD yang lainnya. Mereka mengikuti Rakor secara daring di Pendopo Timur Gubernur NTB.
Dirjen Bina Pembangunan Daerah saat membuka rapat memberikan pengantar terkait update reviu perkembanhan inflasi nasional bulan Agustus 2024. Tercatat inflasi tahunan nasional sebesar 2,12 persen. Angka ini masih dalam koridor target sebesar 2,5 persen ±1 persen. Adapun secara m-to-m terjadi deflasi sebesar -0,03 persen.
“Andil terbesar deflasi secara m-to-m berasal dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar -0,15 persen. Dan untuk andil inflasi m-to-m terbesar berasal dari sektor pendidikan sebesar 0,04 persen, diikuti oleh kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 0,03 persen serta kelompok transportasi juga sebesar 0,03 persen,” terang Restu Adi Daud.
Selanjutnya, jika dilihat dari sebaran wilayah, pada wilayah Provinsi inflasi tertinggi secara y-o-y terjadi di Provinsi Papua Pegunungan sebesar 5,05 persen dan yang terendah terjadi di Provinsi Bangka Belitung sebesar 1,02 persen. Sementara di wilayah kabuapten/kota, inflasi tertinggi terjadi di Kabupaten Minahasa Selatan sebesar 7,75 persen dan Kota Kotamobagu sebesar 4,02 persen. Sementara yang terendah terjadi di Kabupaten Timor Tengah Selatan sebesar -0,08 persen dan Kota Jayapura sebesar 1,03 persen.
Kemudian untuk perkembangan Indeks Perkembangan Harga (IPH) pada Minggu I September 2024, Provinsi NTB menempati posisi ke-2 terendah nasional sebesar -3,26 persen setelah Provinsi DKI yang berada di posisi pertama sebesar -3,44 persen. Sementara di wilayah kabupaten/kota, Kabupaten Lombok Tengah menempati peringkat pertama dengan IPH terendah nasional sebesar -5,46 persen, diikuti oleh Kabupaten Lombok Timur di peringkat ke-5 terendah sebesar -4,61 persen, dan Kabupaten Lombok Utara di peringkat ke-10 terendah sebesar -3,43 persen.
Kepala Biro Perekonomian Setda NTB H. Wirajaya Kusuma, MH mengatakan, inflasi NTB di Agustus 2024 sebesar 2,01 persen. Artinya angka tersebut masih terkendali dan masih di bawah nasional. Ia mengatakan, terkendalinya inflasi Provinsi NTB salah satunya merupakan buah dari kolaborasi antar pemerintah daerah dan TIPD Provinsi dan kabupaten/kota. Apalagi IPH NTB di minggu pertama September ini sangat rendah, maka inflasi di September optimis bisa dikendalikan.
Ia mengatakan, menjadi sangat penting pisau analisis yang diterapkan untuk mempertahankan pengendalian inflasi daerah yaitu dengan penerapan strategi 4 K meliputi ketersediaan stok, kelancaran distribusi rantai pasok, keterjangkauan harga dan komunikasi yang efektif.
Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting (Bapokting), Kementerian Perdagangan RI, Bambang Wisnubroto dalam kesempatan tersebut memastikan stok minyak goreng khususnya Minyakita, masih mencukupi. Suplai minyak goreng subsidi ini masih aman pasca kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) pada pertengahan Agustus kemarin.
“Tidak akan terjadi kekurangan pasokan minyak bagi masyarakat, terutama di pasar-pasar karena stok minyak akan selalu dipantau oleh pemerintah,” katanya.
Bambang Wisnubroto mengatakan, hal itu pasca diterbitkannya Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Permendag RI) 18/2024, terkait Distribusi Minyak Goreng Kita. Program Minya Kita sendiri merupakan bagian dari respons pemerintah terhadap tantangan kenaikan harga minyak goreng yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir akibat fluktuasi harga global dan gangguan rantai pasok.
Melalui program itu, pemerintah berkomitmen untuk mendistribusikan minyak goreng dengan harga yang telah disubsidi agar lebih terjangkau oleh masyarakat, terutama kelompok yang paling rentan.(ris)