Giri Menang (Suara NTB) – Belanja pegawai Pemkab Lombok Barat (Lobar) masuk kategori boros, pasalnya berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah alias UU HKPD mengatur pembatasan belanja pegawai pada APBD maskimal 30 persen. Sementara Lobar sendiri belanja pegawainya mencapai kisaran 41-48 persen.
Kendati demikian, Pemerintah Pusat menerapkan pementasan belanja pegawai ini dilakukan bertahap hingga lima tahun (2027 red). Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi NTB pertengahan tahun 2024 yang diperoleh media bahwa belanja pegawai Pemda di NTB, baik tingkat provinsi maupun Kabupaten Kota, termasuk Lobar masuk kategori boros. Di mana rasio belanja pegawai tahun 2024, Lobar pada angka 41,01 persen. Sedangkan versi Pemkab sendiri berada pada angka 48 persen.
Dari data tersebut, Pemda Lobar menempati urutan kedua setelah kota Bima pada urutan pertama. Berbagai hal disinyalir menjadi penyebab boros nya Pemda dalam menganggarkan belanja pegawai, di antaranya rekrutmen tenaga honorer, adanya PPPK yang penggajiannya ditanggung Pemda. Dan alokasi gaji dan Tunjangan Penghasilan Pegawai atau TPP yang melekat di Pemda.
Penjabat Sekretaris Daerah (PJ Sekda) Lobar, H. Fauzan Husniadi yang dikonfirmasi terkait hal ini, mengatakan pihaknya akan mempelajari dulu item yang dimaksud sehingga Pemda masuk dengan belanja pegawai termasuk tinggi di NTB. “Kami akan cek dulu datanya ke BPKAD,” kata Fauzan, kemarin. Namun diakui, Belanja Pegawai Lobar belum ideal kalau mengacu angka yang diharuskan pemerintah pusat di bawah 30 persen atau maksimal 30 persen dari APBD.
“Ya memang idealnya di bawah 30 persen (maksimal 30 persen). Ya kita akan berupaya idealkan, terus kita kurangi (belanja pegawai),” jelasnya. Terkait faktor penyebab tingginya belanja pegawai, pengangkatan honorer menurutnya tidak ada OPD yang boleh melakukan pengangkatan. Sesuai instruksi pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negera dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB). “Ndak boleh dia (OPD) mengangkat lagi, karena sudah terkunci di KemenPANRB,” tegasnya.
Sebelumnya, menyoal anggaran gaji PPPK yang akan diusulkan Pemda tahun ini, seperti tahun lalu ada PMK dibayar pusat? Hal ini kemuningkinan tak berlaku tahun ini sehingga kemungkinan rekrutmen pun dilaksanakan sesuai kemampuan anggaran atau Zero growth. Artinya rekrutmen disesuaikan dengan ASN yang pensiun.
Pemda berhati-hati dalam mengusulkan kebutuhan formasi PPPK. Sebab kalau saja nanti formasi yang diperoleh besar, namun gaji tidak dibayar pusat. Sedangkan kemampuan fiskal daerah tidak mampu, maka itu jadi masalah.
Di satu sisi ada UU mengamanatkan daerah untuk persentase belanja pegawai 30 persen di tahun 2027. “Sementara kita masih pada angka 48 persen (belanja pegawai), karena itu kita berhati-hati menghitung karena adanya UU itu,” kata Pj Bupati Lobar, H. Ilham belum lama ini. (her)