Mataram (Suara NTB) – Universitas Islam Al-Azhar (Unizar) bekerja sama dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Provinsi NTB, menggelar acara Penyuluhan Hukum Serentak dengan tema Tingkatkan Kesadaran dan Kepatuhan Hukum, Hindari Perundungan di Pendidikan Tinggi Kedokteran dan Pendidikan Tinggi Lainnya. Penyuluhan itu digelar di Aula Abdurrahim Unizar, Rabu, 25 September 2024.
Kegiatan ini dihadiri oleh Ketua Senat Akademik Unizar, Dr. Drs. H. Sahar, SH., MM.; Plt. Kepala Biro Kemahasiswaan, Arista Suci Andini, S.Si., M.Si.; serta Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Provinsi NTB, Parlindungan, S.H., M.H.; dan pejabat dari Kanwil Kemenkumham seperti Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, Farida, S.Pt., S.AP., M.Si.; Kepala Bidang Hukum Puri Adriatik Chasanova, S.H.; serta beberapa penyuluh hukum yang turut memberikan edukasi kepada peserta yang hadir.
Acara ini dihadiri oleh mahasiswa dari Fakultas Kedokteran, Fakultas Agama Islam, Fakultas MIPA, Fakultas Hukum, Fakultas Pertanian, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, serta Fakultas Teknik Universitas Islam Al-Azhar. Ketua Senat Akademik Uizar, Dr. Drs. H. Sahar, SH., MM., menegaskan urgensi penyuluhan hukum ini.
“Acara ini sangat penting dilaksanakan, terutama mengingat isu perundungan yang sering kali tidak disadari terjadi di sekitar kita. Saya berharap, peserta yang hadir, baik dosen maupun mahasiswa, dapat benar-benar memperhatikan dan meresapi setiap arahan yang diberikan. Sehingga, kita bisa menjadi agen perubahan yang mencegah perundungan di lingkungan kita,” ujarnya.
Sementara itu, dalam sambutannya, Kepala Kanwil Kemenkumham NTB, Parlindungan menekankan pentingnya kegiatan ini sebagai bagian dari upaya menyambut Hari Sarjana Nasional. “Kami sangat mengapresiasi dukungan dari Universitas Islam Al-Azhar yang telah memfasilitasi pelaksanaan Penyuluhan Hukum Serentak ini. Kegiatan ini merupakan bagian dari program Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), yang dilaksanakan serentak di 66 titik di seluruh Indonesia, termasuk di Unizar,” ujarnya.
Parlindungan juga menjelaskan bahwa dunia pendidikan saat ini mendapat sorotan terkait isu perundungan, terutama di fakultas-fakultas kedokteran. “Kasus perundungan yang terjadi, bahkan baru-baru ini dialami oleh mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), menjadi perhatian besar. Fenomena ini mengganggu proses pembelajaran dan berdampak negatif pada psikologis korban,” ungkapnya.
Kemenkumham melalui Kantor Wilayah NTB berkomitmen untuk mengambil peran aktif dalam memberikan pemahaman hukum yang tepat kepada masyarakat, terutama di lingkungan pendidikan tinggi. “Dengan langkah-langkah preventif dan intervensi yang tepat, kita berharap kasus perundungan dapat diminimalisir. Setiap mahasiswa harus merasa aman dan nyaman dalam menuntut ilmu tanpa rasa takut,” tambah Parlindungan.
Penyuluhan ini juga menekankan pentingnya pendekatan holistik dalam mencegah perundungan. Selain tindakan hukum, pendekatan pendidikan, psikologis, dan sosial juga diperlukan agar pencegahan dapat dilakukan secara menyeluruh.
Hermanto, S.Pd. dalam pemaparan materinya menjelaskan, perundungan adalah perilaku agresif yang dilakukan secara berulang oleh individu atau kelompok yang memiliki kekuasaan lebih. Ini dapat berupa fisik, verbal, atau sosial, dan seringkali meninggalkan dampak yang mendalam pada korban.
Ia juga memaparkan bahwa dampak perundungan sangat beragam, termasuk depresi, kecemasan, dan penurunan prestasi akademik. Mahasiswa yang menjadi korban sering merasa terisolasi dan kehilangan kepercayaan diri, yang dapat mempengaruhi kehidupan mereka secara keseluruhan.
“Institusi pendidikan memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang aman. Ini termasuk menyediakan dukungan bagi korban, mengedukasi mahasiswa tentang penghargaan terhadap perbedaan, dan menerapkan kebijakan anti-bullying yang jelas,” ungkap Hermanto. (ron)