Mataram (Suara NTB) – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Mataram sedang memproses dugaan politik uang salah satu pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Mataram pada kegiatan kampanye. Dugaan pelanggaran tindak pidana ini masih bergulir di sentra penegakan hukum terpadu (Gakkumdu).
Ketua Bawaslu Kota Mataram, Muhammad Yusril menerangkan, dari hasil pengawasan diduga terjadi kegiatan pembagian uang sebesar Rp20.000 dalam amplop yang dilakukan oleh oknum tim sukses pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota saat kampanye pada Senin, 30 September 2024, di Jalan Abdul Kadir Munsyi, Kelurahan Punia, Kecamatan Mataram. Padahal, pihaknya telah memberikan imbauan secara lisan dan tertulis kepada pelaksana kegiatan kampanye tersebut.
Sekarang, kasus ini sedang diproses oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Kota Mataram. Sentra Gakkumdu terdiri dari unsur Bawaslu, Polresta Mataram, dan Kejaksaan Negeri Mataram. “Kami sudah menemukan adanya pembagian uang dalam bentuk amplop saat kampanye. Saat ini, kasus tersebut telah diregister dan ditangani oleh Sentra Gakkumdu Kota Mataram untuk ditindaklanjuti sesuai prosedur hukum yang berlaku,” terang Yusril dalam keterangan tertulis diterima pada, Selasa (8/10).
Pihaknya telah melakukan klarifikasi kepada beberapa orang yang terlibat dalam kegiatan kampanye tersebut. Beberapa orang yang dipanggil telah memberikan keterangan atau klarifikasi.
Yusrin menjelaskan, dalam pasal 66 ayat 3, 4, dan 6 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kampanye, yang menyatakan bahwa pasangan calon dan/atau tim kampanye dapat memberikan biaya makan dan minum, biaya transportasi, serta pengadaan bahan kampanye kepada peserta dalam pertemuan terbatas atau tatap muka. Namun, ketentuan ini dengan tegas melarang pemberian dalam bentuk uang tunai.
Lebih lanjut juga dijelaskan di dalam pasal 187 A ayat 1 bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung, ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu, sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada pasal 73 ayat 4 di pidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- dan paling banyak Rp. 1.000.000.000.
Dijelaskan, penanganan dugaan tindak pidana pemilihan ini, akan melalui beberapa tahapan mulai dari proses menjadi temuan hingga pembahasan kasus oleh Sentra Gakkumdu. “Setelah laporan/temuan diterima oleh pengawas Pemilu maka, Sentra Gakkumdu memiliki waktu 1 x 24 jam untuk mengadakan pembahasan pertama,” terangnya.
Yusril menekankan penanganan kasus ini akan dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan prosedur hukum dan dipastikan penanganan kasus ini berjalan transparan dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Jika terbukti bersalah, pelanggaran ini dapat berdampak serius bagi pihak yang terlibat,” jelasnya.
Pihaknya berkomitmen untuk menindak setiap bentuk pelanggaran pemilu guna menjaga integritas proses demokrasi dan menjamin pelaksanaan Pilkada yang bersih dan adil. (cem)