spot_img
Rabu, Desember 4, 2024
spot_img
BerandaPENDIDIKANKomitmen Akademisi dan Calon Pemerintah Daerah terhadap Upaya Penurunan Stunting di NTB...

Komitmen Akademisi dan Calon Pemerintah Daerah terhadap Upaya Penurunan Stunting di NTB Dibahas dalam Webinar Dies Natalis FKIK Unram

Mataram (Suara NTB) – Sebagai rangkaian acara Dies Natalis ke-21, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Mataram (FKIK Unram) menggelar Webinar Diseminasi Studi Action Against Stunting Hub (AASH) dan Diskusi Akselerasi Kebijakan Penurunan Stunting dengan Calon Gubernur Nusa Tenggara Barat, pada Sabtu, 2 November 2024. Pada acara tersebut, Dr. Umi Fahmida selaku peneliti senior di SEAMEO RECFON dan juga Country Lead dari studi AASH menyampaikan hasil studi tersebut.

Dalam diskusinya, Umi memaparkan hasil studi AASH yang dilakukan di Lombok Timur, ditemukan bahwa mayoritas ibu hamil di Lombok Timur terpapar asap rokok. “Hampir 80% merupakan perokok pasif, jadi ibu-ibu hamil ini masih terpapar asap rokok,” ucap Umi.

Tidak hanya itu, Umi juga menyampaikan bahwa tingkat stres pada ibu hamil di Lombok Timur cukup tinggi. “Stres dialami 8 dari 10 ibu hamil, dan 1 dari 4 ibu mengalami depresi, ini menunjukkan pentingnya kesehatan mental pada ibu hamil”, sambung Umi.

Hal ini ditanggapi oleh Dr. Ir. Hj. Sitti Rohmi Djalilah, M.Pd., sebagai salah satu kandidat calon gubernur NTB bahwa “Pendampingan psikolog menjadi perlu, karena seperti tadi disampaikan (bahwa) hasil studi menunjukkan banyak ibu-ibu yang stress, kedepannya kita ikhtiarkan untuk setiap puskesmas ada psikolog,” ujarnya.

Rohmi mengatakan, membangun kesehatan tidak bisa parsial, harus komprehensif, harus multidispilin, dan harus ada datanya, juga pentingnya sinergi berbagai pihak.

Dalam sesi diskusi tersebut Prof. Dr. dr. Hamsu Kadriyan, Sp.THT-KL(K), M.Kes selaku Guru Besar FKIK Unram bertanya, “Apakah hasil riset AASH akan diadopsi dan diimplementasikan di dalam sistem pemerintahan dan bagaimana implementasinya dalam mengurangi angka stunting di NTB?”

“Rugi kalau hasil penelitian itu tidak kita manfaatkan, karena mengeksekusi sesuatu berdasarkan penelitian yang komprehensif seperti ini saya yakin akan tepat sasaran, sehingga bisa dipastikan informasi-informasi ini akan saya gunakan,” jawab Rohmi.

Hasil studi AASH menunjukkan terjadi pelonjakan angka stunting pada anak usia MPASI dari 12.2% saat usia 6 bulan menjadi 31.3% pada usia 12 bulan.

Umi juga melihat pentingnya peran ayah dalam pengasuhan anak. “Apakah ada rencana spesifik bagaimana kita bisa menguatkan kembali peran ayah dan juga bagaimana kita bisa menjaga lingkungan yang sehat untuk ibu hamil dan anak-anak dengan peran keluarga yang lebih utuh lagi, khususnya ayah?” tanya Umi dalam diskusi tersebut.

“Itulah salah satu alasan saya menginisiasi posyandu keluarga, dimana bapak dan ibunya datang juga ke posyandu, sehingga itu bisa menjadi media edukasi yang baik. Juga melalui sekolah yang bisa memberikan edukasi ke orang tua, sehingga bapaknya juga bisa teredukasi disitu. Sangat penting peran ayah untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas,” jawab Rohmi.

Aspek keamanan pangan juga berkaitan erat dengan kejadian stunting, dimana dalam studi AASH ditemukan bahwa 80% ikan yang dikonsumsi terkontaminasi E. coli dan 21% terkontaminasi Salmonella. Hal ini ditanggapi oleh dr. Nurhandini Eka Dewi, Sp.A, M.PH selaku Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) cabang NTB. “Ini cocok dengan gambaran angka kesakitan diare di NTB yang masih menduduki posisi nomor tiga di kalangan balita dan juga menjadi penyebab kematian pada bayi dan balita,” ucapnya.

Eka melanjutkan, ada masalah dari proses pengolahan dari nelayan sampai di pasar, sampai di dapur rumah tangga. Ini adalah sisi dari pengendalian stunting yang tidak berada di Dinas Kesehatan. “Mungkin kami bisa mendapatkan gambaran tentang rencana pengendalian keamanan pangan berdasarkan data hasil penelitian yang telah disampaikan,” ujarnya.

Rohmi menjawab bahwa ini PR besar semua pihak, sehingga harus komprehensif. Mendorong percepatan 5 pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) itu adalah hal yang tepat.

Angka perkawinan anak di NTB juga belum menunjukkan adanya penurunan. Hal ini disampaikan oleh dr. Wahyu Sulistya Affarah, M.PH., selaku dosen FKIK Unram. Farah menanyakan tentang bagaimana rencana kedepan terkait upaya pencegahan perkawinan anak dan ditanggapi oleh Rohmi bahwa ia akan mengambil dari sisi pendidikan dan mendorong mereka untuk sekolah tuntas, yaitu sampai ke jenjang SMA/SMK/MA, serta memanfaatkan tokoh agama untuk menyampaikan pesan tersebut. (ron)

IKLAN

spot_img
RELATED ARTICLES
- Advertisment -



VIDEO