spot_img
Senin, Desember 2, 2024
spot_img
BerandaPENDIDIKANSurvei dari FSGI, Mayoritas Inginkan UN Dihapus, PPDB Sistem Zonasi Dipertahankan

Survei dari FSGI, Mayoritas Inginkan UN Dihapus, PPDB Sistem Zonasi Dipertahankan

Mataram (Suara NTB) – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) melakukan survei kebijakan Ujian Nasional (UN) dan PPDB Sistem Zonasi dengan responden guru. Responden berjumlah 912 orang guru yang terdiri dari 58,9 persen guru di jenjang SMP/MTs, 25 persen guru SMA/MA/SMK, 10,1 persen guru SD/MI, dan 6 persen guru SLB. Adapun wilayah penyebarannya 15 provinsi. Adapun secara jenis kelamin, 56,4 persen responden merupakan guru perempuan dan 43,6 persen adalah guru laki-laki.

Survei dilakukan pada 17 – 22 November 2024 dengan menggunakan google form. Ada dua pertanyaan yang diajukan dalam survei ini, yaitu: 1. Apakah responden setuju Ujian Nasional dihapuskan? dan 2. Apakah responden setuju jika PPDB Sistem Zonasi dipertahankan?  Hasilnya, 87,6 persen responden setuju UN dihapus dan 12,4 persen setuju UN kembali dilaksanakan. Sedangkan 72,3 persen responden setuju PPDB Sistem Zonasi dipertahankan dan 27,7 persen setuju sistem zonasi dihapus.

FSGI mendukung Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto dan Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah  yang meminta Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Sistem Zonasi dikaji dahulu,  tidak terburu-buru diputuskan. Apalagi kebijakan PPDB setelah 8 tahun diterapkan cenderung sudah diterima masyarakat luas, sistem ini terbukti mampu memberikan kesempatan yang sama pada semua anak untuk mengenyam pendidikan di sekolah negeri.

“Kebijakan ini lebih menjunjung tinggi prinsip keadilan dalam pemenuhan hak atas Pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi Republik Indonesia,” ujar Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti.

FSGI menilai bahwa akar masalah sebenarnya bukan karena ada kecurangan atau tidak, namun apakah pemerintah daerah memiliki political will untuk memenuhi hak atas pendidikan anak-anak di wilayahnya.

“Karena mau diganti seperti apapun sistemnya, kalau pemerintah daerah tidak pernah membangun sekolah negeri baru di Kelurahan atau Kecamatan yang tidak memiliki sekolah negeri, terutama SMAN dan SMKN yang jumlahnya minim hampir di seluruh provinsi di Indonesia, maka permasalahan yang dihadapi akan tetap sama, yaitu hanya sekitar 30-40 persen peserta didik yang dapat bersekolah di sekolah negeri,” tegas Sekjen FSGI, Heru Purnomo.

Kalau PPDB sistem zonasi akan diganti, FSGI mempertanyakan, apakah menjamin mayoritas anak Indonesia usia sekolah akan tertampung di sekolah negeri, mengingat jumlah sekolah negeri memang terbatas. Tak ada penambahan SMAN dan SMKN bahkan SMPN selama puluhan tahun. “Kesadaran bahwa sekolah negeri minim justru ketika Kemendikbud menerapkan PPDB Sistem zonasi pada 2017 lalu,” ungkap Wakil Sekjen FSGI, Mansur, yang juga Ketua FSGI NTB.

Sistem PPDB tersebut selama 50 tahun memang nyaris tak ada gejolak, karena sistem tersebut diserahkan pada mekanisme pasar, negara minim sekali kehadirannya, padahal hak atas pendidikan merupakan hak dasar yang harus dipenuhi negara sebagaimana diamanatkan dalam Konstitusi RI. Selain itu, sistem PPDB sebelumnya menguntungkan kelompok tertentu yang mampu secara ekonomi, kondisinya lebih beruntung dan memiliki banyak pilihan.

Faktanya anak-anak yang tidak diterima di sekolah negeri umumnya anak-anak keluarga tidak mampu yang tidak tahu harus bersuara kemana, dan akhirnya pasrah menerima keadaan karena nilai akademik anak-anak mereka umumnya memang kalah dari anak-anak yang berasal dari keluarga kaya.Hasil penelitian Balitbang Kemendikbud selama 8 tahun justru menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga tidak mampu justru mengeluarkan biaya Pendidikan lebih tinggi karena tak berhasil menembus sekolah negeri, kalah nilai.

“Sistem PPDB zonasi justru menghendaki kehadiran negara agar sekolah negeri dapat diakses oleh siapapun, baik pintar atau tidak, kayak atau tidak, dan seterusnya. Hal ini sesuai dengan amanat konstitusi RI,” pungkas Retno. (ron)

 

IKLAN

spot_img
RELATED ARTICLES
- Advertisment -



VIDEO