Taliwang (Suara NTB) – Setelah Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan seluruh mitra kerjanya, Komisi II DPRD Kabupaten Sumbawa Barat menindaklanjuti sejumlah temuannya dengan turun lapangan. Pekan lalu salah satu titik kunjungan Komisi Rumpun Hijau ini adalah mengecek keberadaan jembatan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Desa Labuhan Lalar, Kecamatan Taliwang.
Jembatan TPI Labuhan Lalar banyak dikeluhkan nelayan setempat. Data yang diterima Komisi II menyebutkan, sejak awal dibangun hingga kini jembatan tersebut tidak pernah difungsikan atau diamanfaatkan nelayan setempat. Dan parahnya, kini jembatan itu justru menganggu aktivitas nelayan akibat puing-puingnya menghalangi sampan nelayan ketika akan tambat.
Ketua Komisi II DPRD KSB, Mustafa HZ mengatakan, jembatan TPI Labuhan Lalar tersebut harus segera ada solusinya. Sebab keberadaannya justru mengganggu nelayan setempat. “Waktu kami ke sana para nelayan meminta untuk dibongkar atau apalah yang penting tidak mengganggu mereka,” katanya.
Atas harapan para nelayan tersebut, Muatafa menyatakan pihaknya telah membuat rekomendasi. Di mana kepada Dinas Perikanan, Komisi II memberikan waktu hingga sepekan ke depan kepada Dinas Perikanan untuk berkoordinasi dengan Pemerintah Desa Labuhan Lalar guna mencari solusinya.
“Dinas harus cepat mencari solusi mengingat keberadaan TPI yg ada juga harus berfungsi dan di sisi lain kepentingan nelayan tidak terganggu,” tegas politisi Partai NasDem ini.
Selain jembatan TPI Labuhan Lalar, tindaklanjut lapangan Komisi II juga mengecek kondisi peralatan pertanian yang dikelola Dinas Pertanian dan fasilitas Rice Milling Unit (RMU) atau pabrik penggilingan padi di Desa Tamekan, Kecamatan Taliwang.
Sekretaris Komisi II DPRD KSB, Iwan Irawan Marhalim mengatakan, banyak traktor roda empat dan combine (komben) yang dikelola Dinas Pertanian tidak dapat digunakan lagi karena rusak. Terhadap alat-alat pertanian tersebut pihaknya akan mengkonsultasikan dengan Kementerian Petanian (Kementan) untuk diupayakan penghapusan sebagai aset.
“Ada 40-an unit yang sudah rusak. Dan itu benar-benar tidak bisa lagi digunakan. Karena itu bantuan pusat maka kami dan Dinas Pertanian akan kosultasi ke Kementan apakah bisa dilakukan penghapusan aset atau di lelang, supaya adakejelasan status,” tukasnya.
Sementara terkait fasilitas RMU yang dikelola kelompok tani di Desa Tamekan. Iwan menyebut, problemnya, bantuan tersebut juga tidak pernah difungsikan. Tinajuan lapangannya menunjukkan, bantuan pusat yang bernilai milyaran rupiah itu sama sekali tidak dikelola oleh kelompok penerima bantuan sejak selesai dibangun pada tahun 2023 lalu. “Fasilitas itu dikelola Gapoktan. Maka untuk mengetahui lebih dalam apa masalahnya kami akan undang Gapoktan bersangkutan termasuk Dinas Ketahanan Pangan yang menyalurkan bantuan tersebut tahun 2023 lalu,” imbuhnya.(bug)