Mataram (Suara NTB) – Bongkahan sisa monumen perang Lombok yang dibangun pasca Perang Lombok tahun 1894 ditemukan di halaman Kantor Gubernur NTB. Penemuan ini terjadi saat proses renovasi kantor yang berlangsung selama empat bulan terakhir. Penemuan ini mengundang sejumlah pegiat Lombok Heritage and Science Society (LHSS) untuk melihat secara langsung dan kembali membuat ulasan terkait dengan hadirnya monumen bersejarah tersebut.
Sejumlah pegiat LHSS seperti Ali Akbar, Gegen, dan Bepe membuat ulasan yang menarik perihal Perang Lombok yang kemudian menghadirkan monumen di pusat pemerintahan Provinsi NTB. Secara umum, mereka menginginkan agar Pemprov NTB tetap memilihara dan menjaga sisa bangunan bersejarah tersebut, misalnya dengan tetap menyediakan tempat khusus di halaman Kantor Gubernur NTB sebagai pengingat bahwa di lokasi ini pernah berdiri sebuah monumen penting yang sangat tersohor pada zamannya.
Inilah ulasan sejumlah pegiat LHSS yang disajikan di dalam forum diskusi pasca penemuan sisa-sisa monumen tersebut:
Selama Ekspedisi Lombok pertama, dari Juni-Agustus 1894, lebih dari seratus orang terbunuh di pihak Belanda, termasuk Mayor Jenderal PPM van Ham. Batavia kemudian mengirim pasukan yang lebih besar ladi dalam Ekspedisi Lombok kedua yang berakhir pada 24 Desember 1894.
Total kerugian pada kedua ekspedisi di pihak Belanda adalah 172 tewas dan 715 terluka. Setelah pertempuran, 246 pria lainnya meninggal karena kelelahan dan luka yang diderita. Tidak ada angka yang diketahui dengan pasti tentang jumlah kuli yang terbunuh atau terluka di pihak Belanda.
Berdasarkan Royal Decree atau Keputusan Kerajaan Belanda pada bulan April 1895, semua prajurit yang berpartisipasi dalam Ekspedisi Lombok antara 26 Juni dan 24 Desember 1894 dianugerahi penghargaan Lombok Kruis, yang dibuat dari perunggu. Penghargaan ini langsung diserahkan oleh Ratu Wilhelmina dan ibu suri Emma. Hal ini dilakukan karena Perang Lombok sangat dahsyat dan mempermalukan Belanda di panggung internasional.
Jika mereka yang masih hidup mendapat penghargaan, tentu saja para korban pertempuran tersebut juga harus dihormati dan gagasan ini datang dari seorang prajurit.
Koran Algemeen Handelsblad tanggal 18 Maret 1895, memberitakan bahwa di koran Java Bode seorang teman prajurit mendiskusikan gagasan yang baru-baru ini didengarnya. Di mana seorang perwira menyarankan untuk mengumpulkan uang, di Belanda dan Hindia Belanda, untuk membuat monumen peringatan bagi para prajurit dari semua pangkat yang gugur dalam Perang Lombok.
Ia yakin tidak akan ada keberatan untuk merealisasikan gagasan ini. Mengingat kata pepatah bahwa kesederhanaan adalah ciri khas keindahan sejati, maka monumen peringatan itu harus berbentuk tugu ramping tanpa hiasan. Sisi-sinya menawarkan ruang untuk mencantumkan nama-nama yang gugur. Tugu yang hanya dikelilingi pagar sederhana ini rencananya akan ditempatkan di Lombok, Batavia dan Amsterdam. Pada akhirnya, monumen ini hanya didirikan di Lombok saja.
Tiga tahun kemudian, menurut koran Bataviaasch Nieuwsblad edisi 25 Agustus 1898, pemberitaan di koran Soerabaijasch Handelsblad mempertanyakan tentang kemajuan rencana tersebut. Apakah benar bahwa pemerintah Belanda telah meluncurkan sebuah sayembara untuk desain terbaik dari monumen itu? Apakah pembangunannya akan segera terwujud?
Setahun kemudian, De Tijd edisi 29 November 1899 melaporkan bahwa pemerintah Hindia Belanda telah berhasil mengumpulkan dana bagi pembangunan membangun monumen Perang Lombok yang akan ditempatkan di Lombok. Monumen ini sendiri telah dikirim dari Amsterdam dengan menggunakan kapal SS Prince Hendrik.
Bagian dasar dari monumen ini terdiri dari tiga tingkat undagan dengan tinggi total 1 meter dan terbuat dari bluestone Belgia. Lalu di atasnya ditempatkan batu granit merah persegi empat dengan lapisan batu granit abu pada dasarnya setinggi 2 meter. Pada bagian depan dari dudukan granit persegi ini, ditulis dengan huruf emas besar: Hormatilah mereka yang gugur dalam pertempuran di Lombok, 1894. Sedangkan pada dua sisi lain dan bagian belakangnya ditempatkan plat tembaga yang berukiran nama-nama mereka yang gugur.
Di atas granit persegi ini berdiri menjulang tugu granit berwarna abu cerah, setinggi 4 meter, dihiasi dengan karangan bunga dari perunggu. Sedangkan pada puncak tugu terdapat medali Lombok Kruis yang juga terbuat dari perunggu. Seluruh monumen setinggi 7 meter ini dikerjakan dan dipasok oleh perusahaan GS Serle di Amsterdam.
Semua ini tidak berjalan dengan mulus. Koran Soerabaijasch Handelsblad edisi 11 Juni 1900 memuat berita Monumen Perang Lombok dan sekaligus mempertanyakan, kapan Monumen Perang Lombok akan didirikan. Karena materialnya sudah lama teronggok di pantai Ampenan. Beberapa bagian masih terbungkus rapi, namun bagian lainnya tak terlindungi dan terpapar panas matahari, angin laut dan debu. Lebih jauh koran ini berkesimpulan, kita tidak menghargai mereka yang telah gugur.
Monumen ini akhirnya didirikan pada 1901. Sejak saat itu banyak pelancong dan para keluarga prajurit yang datang mengunjungi. Seperti yang diceritakan oleh Koran Lokomotif edisi 10 September 1902 maupun pemberitaan lainnya, tentu ada yang senang dan ada yang mengkritik bentuk monumen ini, dan menyarankan agar patung wanita yang di pasang di monumen itu.
De Indische Courant edisi 18 November tahun 1922 memuat cerita seorang pembaca yang berkunjung ke Monumen Perang Lombok. Ia menceritakan berangkat dari Surabaya dengan menggunakan kapal KPM yang ditempuh selama 27 jam. Harga tiket sekali jalan 50 gulden untuk kelas satu. Di Ampenan orang melakukan tawar menawar untuk mendapatkan transportasi.
Ia mengendari kereta kecil dengan bayaran 50 sen untuk menuju pesanggrahan di Mataram yang bernama Bogor. Keunikan kota bersejarah ini adalah adanya monumen tersebut dan itu menjadi alasannya berkunjung. Ia menceritakan bagaimana Monumen Perang Lombok berada di tengah taman yang tertata rapi dan terawat dengan baik.
Selama era kolonial, monumen ini berfungsi sebagai tempat resmi perayaan peringatan Perang Lombok. Sebagai contoh, pada tahun 1937 monumen ini masih tetap dikunjungi oleh Gubernur Jenderal.
Monumen ini terletak tepat di tengah halaman kantor gubernur saat ini. Karena kita kurang menghargai sejarah, monumen ini telah hilang ditelan waktu entah kemana. Dahulu sempat digusur dan berganti dengan Tugu Pancasila. Ketika pembangunan kantor gubernur dirombak dan dibangun bertingkat seperti sekarang ini, nasib Tugu Pancasila dengan kolamnya juga senasib dengan Monumen Perang Lombok yang dahulu tergusur.
Bepe, pegiat LHSS yang sangat bersemangat dengan penemuan ini menilai penemuan kepingan bangunan monumen ini sangat menggembirakan buat para pemerhati sejarah Lombok. Diharapkan benda ini menjadi perhatian Pj Gubernur dan jajarannya.
“Semoga benda bersejarah itu bisa disimpan di Museum, atau dibuatkan tempat yang representatif di halaman depan bangunan megah itu, menjadi satu tambahan ornamen keindahan di situ, dengan tulisan penjelasan seperlunya, dan masyarakat bisa melihatnya setiap saat,” harapnya. (ris)