Mataram (Suara NTB) – Pemerintah telah membatalkan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen, kecuali untuk beberapa barang tertentu. Dengan pembatalan ini, Pemprov NTB melalui Dinas Perdagangan Provinsi NTB akan menindaklanjuti dengan melakukan koordinasi dan pengawasan terhadap pelaku usaha yang berpotensi menaikkan harga barang dengan alasan kenaikan tarif PPN.
“Karena hari ini sedang libur, pengawasan lapangan akan kami lakukan setelah libur ini. Jangan sampai ada pelaku usaha yang mengambil langkah lebih dulu dengan menaikkan harga. Karena aturan tersebut sudah dicabut,” ujar Nelly Yuniarti, mantan Penjabat Bupati Dompu, pada Rabu, 1 Januari 2025.
Nelly menegaskan akan berkoordinasi dengan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) sebagai otoritas yang menerbitkan izin usaha. “Kami akan terus memantau. Jika ada yang menaikkan harga, kami akan beri teguran. Jika sampai Februari nanti harga masih dinaikkan, kami akan bertindak sesuai ketentuan yang berlaku,” tegasnya.
Sebelumnya, di laman media sosial Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo Subianto hadir dalam rapat Tutup Kas APBN 2024 dan peluncuran Core Tax di Kementerian Keuangan. Dalam kesempatan tersebut, Presiden mengumumkan kebijakan PPN sesuai dengan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU 7/2021), yang mencakup hal-hal berikut:
- Semua barang dan jasa yang selama ini bebas PPN tetap tidak dikenakan PPN (atau PPN 0%) sesuai dengan PP 49/2022.
- Semua barang dan jasa yang selama ini dikenakan PPN 11% tidak mengalami perubahan dan tetap dikenakan PPN 11%.
- Barang mewah yang dikenakan PPN 12% adalah barang yang saat ini dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), seperti pesawat pribadi, kapal pesiar, yacht, rumah/apartemen/kondominium mewah dengan harga di atas Rp30 miliar, dan kendaraan bermotor mewah.
- Semua paket stimulus untuk masyarakat dan insentif perpajakan yang diumumkan oleh Menko Perekonomian pada 16 Desember 2024 tetap berlaku, termasuk:
- Bantuan beras 10 kg per bulan selama Januari-Februari 2025 untuk 16 juta Penerima Bantuan Pangan (PBP).
- Diskon 50% untuk pelanggan listrik dengan daya 2200 VA atau lebih rendah selama Januari-Februari 2025.
- PPh final 0,5% dari omzet bagi UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta/tahun.
- PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) untuk pekerja dengan gaji sampai dengan Rp10 juta/bulan.
- Pembiayaan industri padat karya untuk revitalisasi mesin dengan subsidi bunga 5%.
- Bantuan sebesar 50% untuk jaminan kecelakaan kerja pada sektor padat karya selama 6 bulan.
- Kemudahan mengakses Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
- Insentif kendaraan mobil listrik dan pembelian rumah. (bul)