Mataram (Suara NTB) – Sejumlah anggota DPRD Provinsi NTB mengancam akan menggunakan hak interpelasi untuk menyelidiki berbagai permasalahan pada sejumlah proyek yang bermasalah, terutama yang dananya berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Fraksi Partai Golkar di DPRD Provinsi NTB, Hamdan Kasim, yang mendorong penggunaan hak interpelasi terkait banyaknya laporan masyarakat mengenai proses pengerjaan proyek DAK di beberapa sekolah yang berada di bawah naungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB.
“Saya cek satu sekolah di Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah, yang konstruksinya bermasalah. Dari pagu anggaran Rp 1,4 miliar, proyek tersebut tidak dilengkapi dengan keramik, tangga tanpa instalasi listrik. Perencanaan macam apa ini?” ungkap Hamdan kepada wartawan pada Kamis, 2 Januari 2025.
Meskipun temuan tersebut berasal dari proyek DAK tahun 2023, Hamdan menilai bahwa evaluasi terhadap pengerjaan proyek DAK di setiap sekolah perlu dilakukan. Banyak anggaran DAK yang tercatat dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) sudah bermasalah.
“Bahkan ada keluhan dari wali murid. Siswa duduk di lantai berdebu. Pihak ketiga juga menerima uang dari dinas untuk menyelesaikan proyek tersebut. Apa dasar hukumnya? Sudah selesai pengerjaannya, namun ada penambahan anggaran untuk finishing,” jelasnya.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut, Ketua Komisi IV DPRD NTB ini kemudian meminta data alokasi DAK di masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD). “Ada enam sekolah yang mengalami masalah cukup serius. Dari sini, kami menduga ada masalah dalam pengelolaan DAK. Ini model pengelolaan yang sangat rawan permainan,” tambah Hamdan.
Hamdan juga menyinggung kasus operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Kepala Bidang SMK di Dikbud NTB, Ahmad Muslim, yang diamankan oleh penyidik Polresta Mataram. Kasus tersebut diduga melibatkan fee proyek dengan pihak ketiga pada pembangunan fisik di SMK 3 Mataram.
“Artinya, ini sangat rawan ada praktik kecurangan. Enam sekolah yang bermasalah ini bisa dijadikan contoh pengelolaan yang kurang baik. Kami akan mendorong untuk menggunakan hak interpelasi terhadap proyek DAK ini. Kami akan mengirim surat ke pimpinan saat paripurna pekan depan,” tegas Hamdan.
Hamdan juga menyampaikan bahwa angka realisasi alokasi DAK di Dikbud NTB pada tahun 2024 masih di bawah 60 persen. Realisasi tersebut dianggap gagal karena kurangnya evaluasi dari dinas terkait. Dia juga meminta agar model pengelolaan DAK dikembalikan ke sistem swakelola. “Realisasi DAK Dikbud 2024 gagal total. Oleh karena itu, kami meminta agar pengelolaan DAK dikembalikan ke model swakelola murni. Pihak sekolah bisa menghadirkan konsultan,” ungkap Hamdan.
Di tempat yang sama, Anggota Fraksi Gabungan Persatuan Perjuangan Restorasi (PPR), Muhammad Nashib Ikroman, juga menyatakan bahwa wacana penggunaan hak interpelasi untuk membuka data alokasi DAK di masing-masing OPD merupakan momentum yang tepat.
Lemahnya pengawasan pengelolaan anggaran yang berasal dari transfer pemerintah pusat ini bahkan menimbulkan banyak keributan di masyarakat. “Pengelolaan DAK ini hampir setiap tahun menjadi masalah. Meskipun penggunaan dana ini sudah ditetapkan oleh pemerintah pusat, tetap saja masuk dalam komponen APBD,” ujarnya.
Nashib menambahkan bahwa tujuan DPRD melakukan interpelasi adalah agar pengelolaan DAK di masing-masing OPD dapat lebih efisien dan sesuai dengan prosedur serta tujuan pengalokasiannya pada tahun anggaran 2025. “Kami sepakat untuk melakukan interpelasi agar kita bisa mengetahui masalahnya lebih dalam dan bisa melakukan evaluasi. Terlebih lagi ada kasus OTT di Dikbud,” ujarnya.
Sejauh ini, Nashib menyebutkan bahwa ada dua fraksi yang sepakat mengusulkan hak interpelasi di DPRD, yaitu Fraksi Golkar dan Fraksi PPR. “Inisiasi ini berasal dari anggota fraksi kami. Kami akan mengusulkan persetujuan di paripurna,” pungkasnya. (ndi)