Mataram (Suara NTB) – Panitia Khusus (Pansus) IV DPRD Provinsi NTB yang membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Jasa Konstruksi terus mendalami materi terkait. Salah satu tujuan utama dari Raperda ini adalah untuk memberikan perlindungan bagi pengusaha lokal dalam persaingan sektor jasa konstruksi di NTB.
Ketua Pansus IV, Hamdan Kasim, pada Senin, 6 Januari 2025, mengatakan bahwa rencana pembentukan Perda Jasa Konstruksi ini berangkat dari Perda Nomor 5 Tahun 2014. Dalam perda tersebut, diperlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap sektor jasa konstruksi, khususnya untuk pengusaha jasa konstruksi lokal di NTB.
“Harapannya, Perda ini dapat mendukung pengusaha lokal. Nanti akan ada kebijakan khusus yang dirumuskan oleh para ahli. Sebagai contoh, jika ada pengusaha besar yang masuk ke NTB dan mendapatkan proyek, pengusaha kecil kita tidak akan kalah bersaing. Dalam hal ini, akan ada kebijakan yang mengatur supaya pengusaha besar ‘dipaksa’ untuk menggandeng pengusaha lokal,” jelas Hamdan.
Lebih lanjut, Hamdan menjelaskan bahwa Perda ini lahir dari keluhan pelaku usaha jasa konstruksi. Perda ini nantinya juga akan berfungsi sebagai tindakan afirmatif bagi pengusaha yang terlibat sengketa dengan pemberi proyek, baik pemerintah maupun swasta. Jika terjadi keterlambatan pembayaran atas suatu proyek, pengusaha menginginkan agar sanksi tidak hanya diberikan kepada pengusaha, tetapi juga kepada pihak pertama.
“Poin pertama adalah pengawasan terhadap jasa konstruksi. Selain itu, pemberian sanksi juga akan diterapkan kepada dua pihak, yaitu pengusaha konstruksi dan pemberi proyek (baik pemerintah maupun swasta). Jika pekerjaan tidak selesai sesuai kontrak, sudah ada ketentuan sanksi yang berlaku,” tambah Hamdan.
Secara substansial, Perda ini akan mengatur keterlibatan pengusaha lokal dalam pengerjaan proyek-proyek strategis di NTB. Pasalnya, dengan sumber daya manusia dan otoritas yang dimiliki oleh pengusaha luar NTB, pengusaha lokal berisiko kehilangan kesempatan kerja.
“Target kami, Perda ini bisa selesai dalam waktu maksimal empat bulan. Jika memungkinkan, kami akan berusaha untuk menyelesaikannya lebih cepat. Kami sudah melakukan pembinaan kepada pelaku usaha jasa konstruksi, dan kami juga akan melakukan kunjungan ke beberapa daerah untuk memperkaya materi Perda ini,” ujar Hamdan.
Sementara itu, daerah-daerah yang sudah memiliki Perda Jasa Konstruksi antara lain Provinsi Sumatera Selatan, Sulawesi Barat, dan Gorontalo. Pembentukan Perda ini merupakan inisiatif DPRD untuk melindungi pengusaha lokal.
Di tempat yang sama, Tim Ahli dari Fakultas Hukum Universitas Mataram, Dr. Lalu Wira Pria Suhartan, menambahkan bahwa rencana pembentukan Perda Jasa Konstruksi ini sangat relevan dengan kebutuhan pengusaha jasa konstruksi lokal di NTB.
Lalu Wira menjelaskan bahwa dalam penyelesaian sengketa di sektor jasa konstruksi, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, terdapat regulasi yang mengatur hal tersebut. Bahkan, menurut Wira, dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pengawasan Konstruksi, perlu ada pengawasan yang lebih ketat terkait penyelenggaraan jasa konstruksi.
“Selain itu, ada perubahan signifikan dalam penyelesaian sengketa, seperti melalui mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. Kami akan menyesuaikan dengan peraturan-peraturan yang ada, terutama dalam hal sinkronisasi dengan peraturan yang lebih tinggi,” kata Wira.
Wira juga melihat bahwa inti dari pembentukan Perda ini adalah untuk menciptakan penyelenggaraan jasa konstruksi yang lebih efektif dan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Perda ini diharapkan dapat menutup celah-celah permainan atau pelanggaran yang mungkin terjadi. (ndi)