Selong (Suara NTB) – Setiap awal tahun, Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Timur (Lotim) kerap muncul utang jatuh tempo. Tahun 2025 ini saja Rp 80 miliar lebih. Tahun lalu lebih besar lagi hingga tembus ratusan miliar. Melihat fakta itu, Wakil Ketua DPRD Lotim Waes Al Qarni menilai kemunculan utang jatuh tempo tersebut terjadi akibat kemerosotan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Menurutnya, kunci semua realisasi belanja itu adalah pendapatan. Sementara selama ini realisasi PAD khususnya hanya 50-65 persen. Tidak pernah sampai 85 persen. Seandainya bisa 85 persen, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini yakin tak akan ada utang. ‘’Karena realisasi rendah pasti akan ada setiap tahun,’’ ujarnya, Rabu, 8 Januari 2025.
Waes melihat sudah ada komitmen dari pemerintah daerah untuk menyelesaikan utang seperti penjelasan Penjabat (Pj) Bupati Lotim H. M. Juaini Taofik sebelumnya. Dalam hal ini, sudah ada solusi tahun 2025 untuk mengatasi utang jatuh tempo, yakni akan menyelesaikan pertengahan Januari atau awal Februari.
Pemerintahan baru dipastikan tak ada utang jatuh tempo. Namun, sumber penutup itu diketahui menggunakan Dana Alokasi Umum (DAU) yang dipinjamkan dulu. Setelah realisasi baru akan diganti. Kalau tidak demikian, maka berikutnya tetap akan ada utang. Disarankan, pencapaian realisasi PAD tahun 2025 ini minimal 85 persen dari Rp 570 miliar.
Saat ini realisasi PAD terbesar hanya dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang bisa tembus 95 persen.
Diketahui, realisasi PAD tahun 2024 80 persen. Yakni bisa mencapai Rp 476 miliar dari target Rp 605 miliar. Target realistis sumber PAD diminta bisa dimaksimalkan. Seperti pajak MBLB, PBB P2 dan sumber PAD selain BLUD. Karena faktanya MBLB dan PBB P2 ini selalu tidak pernah mencapai target.
Belum pernah tercapainya target, sambungnya karena selama ini terlalu banyak kebocoran. Tahun 2025 ini diharapkan tak ada lagi kebocoran.
Tahun 2024 sengaja diangkat target supaya lebih tinggi untuk minimalisir kebocoran dan dinilai strategi itu teebukti. Kalau diberikan target biasa saja, namun khawatir bocor di mana-mana.
Waes menuturkan, pada tahun 2023 Pernah DPRD membuat Pansus PAD. Dewan menilai letak krodit MBLB, retribusi pasar, PBB P2 dan hasilnya sudah diserahkan ke pemda. Apa yang direkomendasikan Pansus Dewan soal PAD ini telah ditindaklanjuti oleh eksekutif Lotim, sehingga diketahui kepala pasar diganti, mekanisme pembayaran PAD juga sudah mulai dilakukan dengan digitalisasi.
Disampaikan, dulu dewan mengantongi banyak bukti soal praktik kebocoran. Namun, sengaja tidak diungkap ke publik karena ingin saling menjaga. Semisal retribusi di pariwisata tertuang dalam tiket tertera Rp 1.000 biaya masuk objek wisata, tetapi dibayar sampai Rp 10-15 ribu. Begitu juga di MBLB dan item pendapatan lainnya. Karena itu dewan menyarankan untuk segera melakukan pembenahan. ‘’Jangan lagi ada yang terjadi pembayaran pajak dan retribusi di bawah tangan,’’ ujarnya. (rus)