spot_img
Kamis, Januari 16, 2025
spot_img
BerandaNTBLOMBOK TIMURLebih dari Seribu Hektar Hutan Lindung Sekaroh Menjadi Lahan Jagung

Lebih dari Seribu Hektar Hutan Lindung Sekaroh Menjadi Lahan Jagung

Selong (Suara NTB) – Lebih dari 1000 hektar kawasan hutan lindung di Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur, kini berubah fungsi menjadi ladang jagung. Memasuki musim hujan, lebih dari separuh dari 2.800 hektar kawasan hutan tersebut telah ditanami jagung oleh warga setempat.

Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Rinjani Timur, Mustara Hadi, saat dikonfirmasi Suara NTB, Kamis, 9 Januari 2025 mengungkapkan pihaknya menghadapi tantangan besar dalam mengatasi peralihan fungsi hutan ini. “Kalau kita setop jangan tanam jagung, tidak bisa juga,” ungkapnya.

Khawatirnya kalau dipaksa untuk dilarang tanam jagung, khawatirnya jadi masalah baru. Dikatakan, pihak KPH Rinjani Timur saat ini sedang proses pengurangan sih dengan memberikan warga tanam kayu putih, kelengkeng dan tanaman lainnya.

Menurutnya, dengan masuknya tanaman kelengkeng, kayu putih dan jenis tanaman yang bisa bernilai ekonomi bagi warga diharapkan jumlah kawasan yang ditanami jagung bisa berkurang.

Warga sudah diberikan tempat bercocok tanam dalam bentuk Hutan Kemasyarakatan (HKm). Yakni ditempatkan di dua titik dalam kawasan hutan Sekaroh. Masing-masing Sekaroh Jaya dan Sekaroh Maju dengan jumlah keseluruhan 380 ha.

Dikatakan sudah lama warga menanam jagung. Penanaman pohon yang menghasilkan seperti kelengkeng, kemiri, kayu putih dan lainnya itu diharapkan bisa mengembalikan fungsi hutan.

KPH tidak menampik setiap memasuki musim tanam banyak yang melakukan pembakaran. Hal ini belum bisa dicegah maksimal namun pelan-pelan memberikan edukasi kepada masyarakat agar bisa mempertahankan fungsi hutan.

Karenanya, sebagai langkah kompromi, KPH Rinjani Timur mencoba mengurangi jumlah lahan yang ditanami jagung dengan program hutan sosial. Program ini memungkinkan warga memanfaatkan hutan secara legal untuk bercocok tanam, tanpa menghilangkan fungsi ekosistem hutan.

Hutan lindung Sekaroh ini dimaksudkan spesifik sebagai penahan angin. Saat musim angin, sangat kencang hembusan. Kalau tidak ada hutang maka sangat kencang anginnya bahkan bisa tanjung luar.

Ditambahkan, KPH bukan berarti menolak tanaman jagung. Akan tetapi dengan diarahkan ke program penanaman pohon semusim dan bernilai ekonomis lebih tinggi, maka ketergantungan terhadap jagung berkurang. Setidaknya bisa 60 persen tanaman semusim, sisanya bisa jagung secara tumpang sari.

Masyakarat petani diakui butuh pendapatan. Pertimbangan KPH tidak bisa seperti membalikan telapak tangan untuk mencegah aktivitas ekonomi warga yang sudah cukup lama di dalam kawasan hutan lindung Sekaroh tersebut.

Kepala Desa Sekaroh, Mansyur, menegaskan bahwa bagi warga, menanam jagung adalah pilihan utama untuk bertahan hidup selama musim hujan. “Selain jagung, hanya tembakau yang bisa menjadi alternatif. Namun, selama musim hujan, warga memilih menanam jagung di tegalan kosong,” jelasnya.

Produksi jagung di wilayah Sekaroh diharapkan dapat menjadi lumbung pangan. Dengan total area sekitar 4.000 hektar, produksi per hektar diprediksi mencapai 8 hingga 11 ton jika curah hujan mencukupi. “Meski tahun lalu gagal total dan merugi besar, kita harapkan tahun ini tidak merugi lagi,” ucapnya.

Ketersediaan air sebagai kendala utama dalam aktivitas cocok tanam saat ini sudah tak masalah. Embung warga sudah terisi semua. Embung yang tersedia di Sekaroh ini tercatat sekitar 200 unit, saat hujan embung menjadi media panen air untuk digunakan warga bercocok tanam.

Namun, persoalan status lahan hutan lindung menimbulkan pro kontra. Ratusan kepala keluarga yang menggarap lahan hutan berharap melalui program Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA), status lahan dapat diubah menjadi hutan sosial atau hutan produksi yang memungkinkan warga mendapatkan hak milik sesuai Undang-Undang Agraria.

“Sudah puluhan tahun warga mengelola lahan ini, bahkan ada yang lebih dari 20 tahun. Kami berharap pengelolaan ini bisa dilegalkan,” kata seorang petani.

Sementara itu, upaya menjaga keberlanjutan ekosistem hutan lindung terus dilakukan. Namun, dengan meningkatnya tekanan ekonomi dan kebutuhan warga, tantangan ini menjadi semakin kompleks dan memerlukan solusi yang seimbang antara keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. (rus)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -


VIDEO