Giri Menang (Suara NTB) – Dugaan pungutan liar (pungli) pengurusan izin dan alih fungsi lahan untuk pembangunan perumahan sebagaimana disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Lombok Barat (Lobar), ditanggapi Kepala Dinas Pertanian (Distan) Lobar Damayanti Widyaningrum.
Dalam hal ini, ungkapnya, pihaknya berterima kasih kepada KPK atas arahannya terkait pemberantasan korupsi dan menjadi bahan evaluasi ke depan yang harus dibenahi. “Kalau di Dinas Pertanian, selama saya itu tidak ada (pungutan),” tegasnya kemarin.
Damayanti mengaku tidak tahu soal dugaan yang dimaksud, sebab di eranya sebagai Kepala Distan dirinya tidak pernah melakukan pungutan. Saat ini sudah ada Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), sehingga lebih ketat dalam hal alih fungsi lahan pertanian.
‘’Kemungkinan dulu (sebelum ada LP2B), dianggap gampang, karena belum ada LP2B. Namun sekarang setelah ada LP2B, maka tidak akan dikeluarkan izin di luar LP2B. LP2B sudah ditetapkan dan diserahkan ke pusat petanya. Sehingga mengacu LP2B itu tidak bisa diganggu gugat lagi, di mana luas LP2B mencapai 12.331 hektar,’’ tegasnya.
Diakuinya akhir-akhir ini banyak bermunculan pembangunan perumahan, namun itu tahun-tahun sebelumnya (2022-2023) sudah keluar izinnya. Akan tetapi sekarang baru mulai membangun. Yang jelas kalau soal izin, Distan hanya membuat kajian pertanian. Pihaknya turun mengecek kondisi lapangan, sebelum memberikan kajian.
Kajian yang dilakukan menyangkut sawah atau lahan pertanian, seperti berapa kali tanam, hasil produksi, ada tidak jaringan irigasi. “Kalau seandainya ini dialih fungsikan, akan bisa mengurangi konsumsi bagi segini orang. Sesuai 116 gram per tahun, itu kita kaji,”jelasnya.
Kalau lahan tidak layak dialihfungsikan, karena tiga kali tanam, maka dalam kajiannya disampaikan agar dipertahankan sebagai lahan untuk pangan,ini menjadi bahan kebijakan lebih lanjut kepada Forum Penataan Ruang (FPR).
“Jadi kami bukan keluarkan rekomendasi, kajian lahan pertanian saja,”imbuhnya.
Ia pun pada setiap lembar kajian teknis itu diparaf. Pertimbangan kajian itu nantinya menjadi bahan pertimbangan selanjutnya oleh FPR. Sebab yang menentukan ada di FPR. Soal alih fungsi lahan pertanian di Labuapi, seperti temuan Wamen Perumahan, menurutnya itu memang dideliniasi untuk pemukiman. Sebab dekat dengan Kota Mataram, dan yang tergerus pun lahan sempit, sehingga dalam kajiannya, kalau pun lahan itu kelas 1 (produktif), namun tidak mungkin lagi akibat lahan sempit diapit bangunan, dan tidak ada jaringan irigasi, maka tidak bisa dipertahankan.
“Mesti kita lepas, tapi kalau hamparan luas tidak ada kami lepas (alih fungsi),”imbuhnya.
Namun demikian, lanjut dia, apa yang disampaikan KPK menjadi bahan evaluasi dan pembentahan ke depan. (her)