Sumbawa Besar (Suara NTB) – Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sumbawa, terus berupaya untuk mengembalikan aset berupa dua bidang tanah yang dikuasai masyarakat di desa Kelungkung, Kecamatan Batulanteh dengan tahun perolehan 1976.
“Kami tetap mencari solusi terhadap aset yang dikuasai masyarakat tersebut dan kami targetkan tahun ini bisa tuntas, karena faktanya aset itu sudah tercatat dalam inventaris daerah, ” Kata kepala BKAD, melalui Kabid pengelolaan barang milik negara, Kaharuddin, kepada wartawan, Selasa, 14 Januari 2025.
Ia menyebutkan, penertiban terhadap aset tersebut juga menjadi atensi KPK saat melakukan kunjungan di Sumbawa. Bahkan KPK turut menyarankan agar menggunakan naman dan logo KPK dengan harapan masyarakat yang kekeh menguasai aset itu bisa segera mengembalikan ke daerah.
“Sudah beberapa kali kita rapatkan dengan menggandeng BPN, Kejaksaan dan Kepolisian dengan harapan saat dilakukan penertiban nanti tidak terjadi hal yang tidak diinginkan,” ucapnya.
Kahar merincikan, luas tanah tersebut sekitar 5.000 meter persegi diperuntukkan untuk kebun coklat dan 5.000 meter persegi lainnya untuk kebun cengkeh. Dimana pada awalnya tanah tersebut digunakan sebagai kebun percontohan Dinas perkebunan dan tanah itu sudah dikuasai masyarakat.
“Tanah tersebut sudah dikuasai oleh masyarakat sejak tahun 1998 dan digunakan untuk tanaman jagung tanpa alas hak yang sah,” ujarnya.
Dikatakannya, tanah seluas 5.000 meter persegi untuk perkebunan coklat saat ini dikuasai oleh satu orang. Sementara untuk lahan seluas 5. 000 meter persegi untuk tanaman cengkeh dikuasai enam orang dan sudah dilakukan beberapa kali pertemuan dengan orang yang menguasai agar mereka segera mengembalikan ke dastah.
“Jadi, terhadap aset tersebut sudah kita lakukan beberapa kali pertemuan termasuk kami juga sudah mengupayakan adanya surat pernyataan dari Kadis Perkebunan periode 1991-2002,” sebutnya.
Saat itu, Mantan Kadis Perkebunan (Muhammad Saleh) sudah menandatangani surat pernyataan atas aset tersebut. Dalam surat pernyataan itu, Muhamad Saleh mengaku bahwa tanah tersebut memang milik Pemkab Sumbawa.
“Tetapi saat pertemuan di tingkat desa, masyarakat yang menguasai tanah tersebut tidak mau mengakui pernyataan dari mantan kepala dinas itu,” jelasnya.
Selain itu, pemerintah kembali menggelar rapat pada tanggal 20 Juni, di rapat tersebut aset berupa tanah itu tercatat dalam kartu inventaris barang milik Pemkab Sumbawa. Namun masyarakat yang menguasai lahan tersebut tetap menolak untuk mengembalikan aset itu ke Pemkab Sumbawa.
“Kami tetap akan mencari jalan keluar terbaik atas aset tersebut sehingga tidak terjadi hal yang tidak diinginkan salah satunya dengan menggunakan metode sewa,” tukasnya. (ils)