Sumbawa Besar (Suara NTB) – Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sumbawa pada Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi NTB, membutuhkan anggaran sekitar Rp 4, 2 miliar untuk menangani sejumlah kerusakan dan sedimentasi sejumlah Daerah Irigasi (DI) di Kabupaten Sumbawa
“Jadi, kondisi DI kita sangat kritis dan butuh penanganan segera karena kejadian hujan yang intensif sejak bulan Desember 2024. Selain itu, sudah beberapa tahun penanganan hanya sebatas rambasan tumbuhan liar pada saluran, ” kata kepala Balai PSDA Sumbawa, Eko Rusdianto, ST., M.Eng. kepada Suara NTB, Jumat, 24 Januari 2025.
Eko merincikan, mulai dari wilayah Timur Kabupaten Sumbawa, DI Semangi Kecamatan Empang kondisi saat ini jaringan primernya terjadi kerusakan yang cukup parah akibat limpasan air dari bukit sepanjang Jaringan Irigasi DI Semangi. Air yang masuk ke saluran itu mengakibatkan tanggul sebelah kanan terkikis.
“Kerusakan tersebut relatif fatal apalagi kerusakan tersebut merupakan jaringan primer sehingga berdampak pada aliran air ke sejumlah lahan pertanian,” ucapnya.
Berdasarkan data luas lahan yang dialiri DI Semangi sekitar 2.000 hektar lebih. Sehingga penanganan terhadap DI tersebut harus segera dilakukan, jika tidak maka ada sekitar 2000 hektar lahan yang berpotensi mengalami gagal tanam dan gagal panen.
“Jadi, yang pertama harus kita tangani adalah tanggulnya dengan kedalaman 13 meter dengan anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp 2,5 miliar lebih untuk penanganan darurat,” ujarnya.
Sementara untuk kondisi DI berikutnya, yaitu DI Gapit dengan panjang jaringan sekitar 13 kilometer, saat ini tertimbun sedimentasi sudah hampir hampir penuh. Bahkan sedimentasi yang harus dikeluarkan dari jaringan tersebut berkisar antara 2.000 sampai dengan 3.000 meter kubik.
“Kalau untuk anggaran yang kita butuhkan untuk DI Gapit hasil hitungan untuk penanganan darurat mencapai Rp1 miliar lebih, dengan catatan sedimen dibuang keluar,” ujarnya.
Kerusakan fatal juga terjadi pada DI Tiu Kulit. Kerusakan terjadi konstruksi talang, tepatnya pada pilar talangnya. Tinggi konstruksi tiang talang sekitar 10 meter. Jika tidak ditangani segera maka dikhawatirkan talang tersebut akan ambruk.
“Panjang konstruksi talang yang ada pada DI Tiu Kulit sekitar 100 meter, jika kondisi tersebut tidak tertangani maka DI itu akan roboh. Untuk penanganannya dibutuhkan anggaran mencapai Rp300 juta,” ucapnya.
Di DI Pungkit juga terjadi kerusakan mainhole sehingga menutup jaringan yang ada di wilayah tersebut. Bahkan hasil hitungan dalam penanganan terhadap kerusakan tersebut mencapai Rp50 juta.
Sementara di Sumbawa bagian selatan tepatnya di DI Plara, kecamatan Lunyuk juga terjadi kerusakan. Dimana saluran tertutupnya jebol dan amblas kedalam saluran sehingga airnya tidak mampu mengaliri lahan pertanian milik masyarakat.
“Kalau untuk anggaran penanganan terhadap kondisi tersebut membutuhkan anggaran sekitar Rp100 juta di dua titik karena yang harus kita perbaiki adalah konstruksi betonnya,” sebutnya.
Eko melanjutkan, di wilayah barat seperti DI Buer komplek, Beringin Sila dan Marente kompleks kondisinya sedimentasinya juga cukup parah dengan panjang sekitar belasan meter. Terkait dengan kondisi tersebut mengaku membutuhkan anggaran sekitar Rp250 juta untuk penanganan darurat.
“Jadi, rata-rata kondisi DI kita di Sumbawa sedimentasinya sudah sangat parah sehingga butuh anggaran cukup besar dalam penanganan lebih lanjut,” tukasnya.
Selain itu, kepala balai yg selalu tampil energik ini mengungkapkan bahwa sangat yakin dengan Pemerintahan Daerah terpilih periode 2025-2029 akan meyelesaikan persoalan tersebut. “Kami sangat optimis pemimpin baru akan mampu mengatasi permasalahan irigasi secara khusus dan Permasalahan Sumber Daya Air secara umum, karena itu merupakan kebutuhan yang kita anggap mendesak,” tukasnya. (ils)